Jakarta, Aktual.com —  Keberadaan pusat logistik berikat (PLB) membuka jalan reformasi logistik di tanah air. Masalahnya selama ini biaya logistik yang mahal serta waktu kirim menjadi keluhan utama pengusaha dan investor.

Peneliti dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengungkapkan, dalam Ease of Doing Business (Kemudahan berusaha) ranking Indonesia masih berada di posisi 109 jauh tertinggal dibandingkan Thailand (49) dan Malaysia (18). Salah satu alasan dikarenakan performa logistik Indonesia hanya 3,21 sedangkan Thailand 3,29 dan Malaysia 3,47. Saat ini biaya logistik masih berkisar 23% dari PDB.

Menurut Bhima, hal ini tentu membuat Indonesia masuk kedalam negara berbiaya tinggi atau high cost economy. Permasalahan logistik juga berkaitan erat dengan harga pangan yang meroket. Rantai pasokan pangan yang panjang merupakan dampak langsung dari buruknya tata kelola logistik.

“Jadi dapat disimpulkan bahwa tata kelola logistik dan inflasi pangan saling berkaitan,” paparnya, di Jakarta, Minggu (13/3).

Hal lain yang perlu segera dilakukan selain membuat 11 pusat logistik berikat adalah memberikan insentif fiskal berupa potongan PPN dan PPh bagi perusahaan yang berniat membuka gudang logistik di Indonesia.

“Terutama di sentra-sentra pangan. Saat ini gudang logistik masih ditempatkan di Jawa. Pada akhirnya hasil panen dibawa ke Jawa kemudian dikirim lagi ke luar Jawa dengan alasan keterbatasan gudang logistik di daerah,” paparnya.

Kondisi ini memicu harga pangan di daerah tinggi. Diharapkan potongan fiskal dapat masuk ke dalam paket kebijakan selanjutnya yang akan dirilis Pemerintah. Tujuan akhir adalah biaya logistik dapat lebih efisien, dan waktu kirim dapat dipersingkat sehingga harga kebutuhan pokok dan produk industri dapat terjangkau masyarakat.

“PLB dan kawasan industri juga dapat di integrasikan, contohnya di Sei Semangkei yang kini dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Perusahaan yang berada di kawasan industri dapat menggunakan fasilitas PLB dengan harga yang terjangkau,” katanya.

Bhima mengungkapkan, apabila skema PLB dan kawasan industri dapat berjalan ideal, multiplier effect yang dihasilkan sangat besar. Salah satunya kenaikan volume ekspor, serta penyerapan tenaga kerja di kawasan industri pun meningkat. Bukan tidak mungkin sumbangan dari PLB akan mendongrak pertumbuhan ekonomi yang sedang lesu saat ini.

“Cara berikutnya yang patut dilakukan oleh Pemerintah adalah memaksimalkan gudang logistik yang selama ini terbengkalai. Di beberapa daerah, banyak gudang mangkrak yang bisa diakuisisi oleh Pemerintah,” ungkapnya.

Bhima melanjutkan, hal ini menjadi lebih murah ketimbang membangun gudang baru. Alternatif lain adalah memberikan kemudahan pembiayaan bagi pengusaha logistik di daerah. Karena sifatnya infrastruktur jangka panjang, model pembiayaan untuk pusat logistik pun harus disesuaikan dengan kebutuhan.

“Saat ini model pembiayaan perbankan dinilai relevan,” lanjutnya.

Oleh karena itu Pemerintah harus memacu bank BUMN untuk mengucurkan kreditnya pada infrastruktur logistik dari mulai pelabuhan peti kemas, warehouse hingga fasilitas trans-shipment.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka