Praktik Oligarki dalam BUMN menjadi masalah lain yang dinilai telah menghambat perkembangan perusahaan pelat merah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum. Belakangan bahkan muncul rekaman telepon antara Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjadi hal yang paling mutakhir yang dapat dinilai oleh publik terkait problematikan BUMN di tanah air.

Praktik korup yang tampaknya masih berjalan pun menjadi representasi bagi dunia hukum kita. Tidak sedikit pejabat, mulai dari kepala daerah hingga hakim, telah terbukti melakukan praktik korupsi. Yang paling fenomenal tentunya adalah penangkapan mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Golkar, Setya Novanto.

Masih dalam dunia hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini dianggap sebagai dewa oleh masyarakat pun dianggap telah memilah-milah kasus yang akan diusutnya.

Selain itu, dunia pendidikan yang merupakan cerminan sebuah peradaban bangsa pun masih belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Rencana mendatangkan 200 dosen dari luar negeri dan nihilnya perguruan tinggi Indonesia dalam jajaran 10 besar kampus terbaik, setidaknya untuk tingkat Asean, menjadi representasi kualitas pendidikan kita.

Sadar Keterpurukan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Bulan Bintang (PBB), Afriansyah Noor beranggapan jika tidak peduli berapa banyak masalah yang dihadapi, Indonesia tidak akan pernah bangkit jika semua elemen bangsa tidak menyadari betul keterpurukan yang dihadapinya.

Menurutnya, tidak ada suatu subyek, baik individu maupun negara, yang dapat bangkit dari keterpurukannya tanpa diawali oleh kesadaran akan kondisi yang tengah dialaminya.

Dengan demikian, ia menekankan jika ingin bangkit dan negara maju, masyarakat dan semua elemen bangsa harus menyadari keterpurukan yang tengah dialami bangsa Indonesia.

“Sadar akan ada pejabat yang korup, dari pendidikan. Nah peringatan 110 (tahun) Harkitnas ini, mari bersatu padu kita bangkit dari keterpurukan ini,” jelas pria yang akrab disapa Ferry ini kepada Aktual.

“Kita harus bangkit karena belum bangkit dari keterpurukan,” sambungnya.

Ia pun membandingkan kondisi Indonesia saat ini dengan masa penjajahan dulu. Menurut Ferry, Indonesia tidak akan merdeka pada 1945 jika para founding fathers tidak menyadari jika bangsa ini tengah terjajah.

Pun demikian dengan momentum lahirnya Boedi Oetomo pada 1908, disebutnya merupakan sebuah reaksi dari kebutuhan bangsa akan sebuah tradisi organisasi yang modern.

“Yang pertama, itu harus disadari kalau kita ini terpuruk. Nah dalam keterpurukan itu marilah kita sama-sama bangkit,” tegasnya.

“Jadi kita harus menyadari kalau kita ini belum bangkit secara utuh. Bangkit itu kan sejahtera, maju, dan sebagainya,” sambung Ferry.

Sambung ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan