Jakarta, Aktual.com — Permasalahan ekonomi Indonesia kian memburuk. Bahkan, Indonesia terancam dengan situasi perekonomian yang lebih buruk dibanding tahun 1998 silam. Sebab hari ini, permasalahan tidak hanya krisis finansial, terkait bank-bank yang bermasalah, sebagaiamana terjadi pada 1998.
Demikian disampaikan, Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo, Rabu (7/10).
“Saat ini yang kita hadapi bukan krisis keuangan lagi, tetapi krisis ekonomi yang sangat struktural. Semua pihak kena dari atas sampai bawah. Yang bawah lebih cepat kenanya karena dengan dollar yang tinggi, yang kita makan pun kita impor, jadi mereka kena dampaknya duluan,” ujar dia.
Ditambah lagi, saat ini Indonesia tak lagi memiliki fundamental ekonomi yang kuat. Tak ada yang bisa diandalkan Indonesia sejak harga komoditas mengalami penurunan.
Berkilas balik kebelakang, pada tahun 1970-an, Indonesia ditopang oleh oil boom. Saat itu Indonesia masih menjadi pengekspor minyak. Selanjutnya pada tahun 1980-an hingga 1990-an Indonesia bersandar pada industri. Sedang tahun 2000-an hingga tiga tahun yang lalu Indonesia memiliki andalan yaitu komoditas.
“Kesimpulannya, apa yang menjadi kekuatan Indonesia di masa lalu sudah tidak ada lagi,” ujarnya.
Oleh karenanya, menurut dia permasalahan ekonomi saat ini harus diselesaikan bersama-sama.
Untuk Diketahui, Partai Perindo menggelar rembug ekonomi nasional bersama pakar-pakar ekonomi Indonesia, kemarin.
Mereka di antaranya adalah Anggito Abimanyu; Ari Kuncoro, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI); Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (INDEF); Didik J Rachbini, H.S Dillon dan sejumlah akademisi senior UGM, IPB, dan Undip.
Dari hasil rembug tersebut, melahirkan 12 poin rekomendasi untuk pemerintah:
1. Pemerintah perlu meningkatkan sinkronisasi otoritas moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan masuknya devisa hasil ekspor.
2. Kondisi saat ini gawat darurat, pemerintah tidak punya dignity untuk menjalankan kebijakan termasuk didalam, kualitas birokrat harus diperbaiki agar kebijakannya bisa berjalan.
3. Paradigma tentang pembangunan dan pemeritahan harus diubah dengan lebih fokus ke sektor rill dengan kebijakan fiskal yang tepat, investasi, inovasi, engagement di semua aspek.
4. Meminta jajaran pemerintah untuk membangun iklim ekonomi dan politik, sensitifitas dan situasi relasi politik yang kondusif.
5. Penyerapan anggaran yang tepat sasaran sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi indonesia.
6. Meminta pemerintah agar mengeluarkan kebijakan ekonomi yang mendukung industri dalam negeri sehingga iklim investasi kembali kondusif.
7. Mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan sumber pembiayaan dan bahan baku dalam negeri sehingga banyak menyerap tenaga kerja lokal.
8. Pemerintah segera memprioritaskan pengembangan UMKM melalui peningkatan akses pasar, modal, pelatihan, dan juga perlindungan khusus untuk memperkecil kesenjangan ekonomi masyarakat.
9. Memacu pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.
10. Mendesak pemerintah merealisasikan politik pertanian masa depan lebih baik, melalui keberpihakan kepemilikan lahan sendiri oleh petani, akses model murah, proteksi hasil-hasil pertanian termasuk politik anggaran yang terus berpihak pada kesejahteraan petani.
11. Menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi tetap terjaga dan meningkat.
12. Mengoptimalkan kinerja BUMN.
Salah satu pakar H.S Dillon, menekankan pada pemberantasan korupsi. Caranya adalah dengan cleaning the cleanser.
Seperti membersihkan sapu, sebelum dipakai membersihkan. Pembersihan yang dimaksud tersebut adalah membersihkan institusi kepolisian, kejaksaan dan penegak hukum lainnya dari oknum-oknum yang korup.
Artikel ini ditulis oleh:
Editor: Nebby