Jakarta, Aktual.com — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah merampungkan rencana pembentukan induk usaha (holding) BUMN sektor energi. Proses pembentukan holding dengan menempatkan PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai anak usahanya.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem, Kurtubi menyambut baik rencana Menteri BUMN Rini Soemarno itu. Namun, PGN harus di ‘buyback’ terlebih dahulu jika ingin melakukan holding secara penuh. Sebab, jika tidak maka akan memguntungkan pihak swasta.

“Bagus, Pertamina dan PGN. Tapi syaratnya PGN di buyback dulu. Sahamnya kan separuh swasta. Sekian persen asing diberi kewenangan besar, yang untung pemegang saham asingnya. Makanya buyback dulu. Apa enggak, jadi anak perusahaan, bukan holdingnya. Jadi anak perusahaan Pertamina,” ujar Kurtubi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6).

Meski demikian, ia menegaskan bahwa holding harus mendapat persetujuan dari DPR. Hal itu sekaligus menganulir pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengatakan, pembentukan induk usaha BUMN energi seluruhnya adalah kewenangan dari pemerintah, kemudian mengacu kepada undang-undang dan proses tersebut tidak memerlukan persetujuan DPR.

“Harus. Enggak bisa (tidak lapor DPR), salah besar itu. Dia enggak ngerti sistem. Harus ke Komisi VII, VI. Makanya saya enggak setuju perusahaan negara strategis dibawah kementerian BUMN,” cetus Legislator asal NTB itu.

Kurtubi mengaku heran dengan cara berpikir Menteri Rini yang selalu asal menjual saham milik negara. Karenanya, ia mengimbau agar Pertamina tak mengalami nasib serupa dengan PGN yang terlanjur diprivatisasi.

“BUMN strategis dengan 100 PT. Persero, bank-bank negara milik RI dengan gampang menteri BUMN jual sahamnya. Selalu pola pikirnya untuk menyehatkan bank ini di jual ke asing. Enggak harus,”

“Di bidang energi yang sudah terlanjur itu PGN. PT Persero sebagian milik asing. Pertamina enggak bisa. Enggak berani dia jual pertamina, kalau enggak sama nasibnya sama PGN. Salah besar negeri ini memprivatisasi perusahaan strategis.”

Artikel ini ditulis oleh: