Anggota Dewan Perwakilan Daerah Ahmad Nawardi (kedua kanan) melakukan protes sebelum dimulainya Sidang Paripurna DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/4). Rapat Paripurna tersebut diwarnai keributan yang dipicu keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) No.1 Tahun 2016 dan 2017 tentang masa jabatan pimpinan DPD. ANTARA FOTO/Ubaidillah/pus/aww/17.

Jakarta, Aktual.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai insiden pemukulan antar sesama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Senin (3/4) kemarin sebagai tindakan pidana.

“Itu murni pidana, lebih berat dari Tatib. Dua-duanya bisa berjalan bersama secara hukum. DPD bisa melakukan secara etik sedangkan kepolisian bisa memproses secara hukum,” papar anggota ICW, Donal Fariz, saat ditemui di Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa (4/4).

Donal beranggapan bahwa konsekuensi dari insiden ini dapat berbuah dikeluarkannya si pemukul dari keanggotaan DPD RI. Terlebih jika oknum tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Menurut saya proses secara pidana, langsung berhenti kalau tersangka,” jelasnya.

Sidang paripurna DPD RI diwarnai adegan kericuhan akibat permasalahan posisi pimpinan DPD RI. Pada kericuhan tersebut terjadi aksi pemukulan terhadap Muhammad Afnan Hadikusuma oleh Jelis Julkarson Hehi dan Benny Ramdhani.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: