Kemudian kami berkata kepada sebagian mereka – semoga Allah Swt senantiasa meridhai mereka- ” kehinaan yang sesungguhnya ialah ketika hawa nafsu telah nampak kepadamu, kemudian kamu tidak menghinakannya, tidak menghapuskan semua atsarnya (godaan-godaannya), yaitu dengan membenaninya untuk melakukan sesuatu yang berat baginya hingga membunuhnya, karena dengan matinya hawa nafsu maka hiduplah sang hati.

Sebagaiamana dikakatan oleh sebagian guru kita: ” tidaklah kehidupan hati itu akan terwujud, kecuali dengan matinya hawa nafsu”. Sebagaian mereka berkata: “cinta itu seperti halnya pengantin, yang mana mas kawinnya adalah hawa nafsu, tidaklah hati ini akan hidup, kecuali apabila nafsu itu telah mati”, dan juga selain perkataan ini.

Kami pun berkata kepada mereka: ” apabila ada seseorang yang telah memukul orang yahudi – semoga Allah Swt melaknatnya- dengan penuh rasa bangga untuk mendzaliminya, maka beritahukan diriku tentangnya-: janganlah kamu memukul orang yahudi dan orang nasrani serta yang lainnya, dan apabila memang harus memukul, maka pukulah hawa nafsumu, dan teruslah untuk memukulnya hingga kamu benar-benat telah membunuhnya, jangan pernah biarkan ia hidup.

Begitulah yang kami harapkan dari para ikhwan sekalian, karena sesungguhnya sejatinya aib yang ada pada seorang yang fakir dan masih hidup ialah hawa nafsunya.

Adapun seorang fakir yang telah mati dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang selamat dari aib-aibnya (kekurangannya). Dirinya senantiasa menyaksikan Allah Dzat yang Ghaib, ia adalah merupakan raja dari para manusia – meski mereka tidak terima- Allah Swt telah memberikan untuknya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid