Pertanian, terbukti, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai komoditas yang dhasilkan pada berbagai jenis/kelompok kegiatan pertanian, hanyalah merupakan suatu bentuk compliment dari berbagai proses dan fase kegiatan yang dilakukan.

Demikian juga hal nya dengan berbagai nilai ekonomi yang didapatkan, tak lain sesungguhnya hanyalah merupakan decorative values dari semua kegiatan yang dilakukan.

“Jika kita semua mampu menyadari hakekat tersebut, maka berikutnya kita semua juga harus sepakat bahwa suatu soko-guru haruslah dijaga, dirawat dan terus diperbesar serta diperkokoh eksistensinya,” tandasnya.

Semua itu hanya akan dicapai, jika anggaran pertanian, kehutanan dan perkebunan bisa dialokasikan pada beaaran 15% dari APBN secara kontinyu setidaknya hingga 25 tahun mendatang.

Menurut dia, proses pembenahan sudah semakin sulit diharapkan dari barisan politisi yang telah bermetamorfosa menjadi elit pimpinan pemerintah. Bukan hanya karena keterbatasan kecerdasan sebagian besar mereka, melainkan juga karena buruknya atitude, moral serta sifat pengecut para politisi.

Ini bisa dilihat dari bagaimana politisi memainkan “politik sandra” dari rezim ke rezim. Lalu hitung pulalah besarnya kehilangan uang negara dari tahun karena kesesatan berfikir politisi; baik yang kemudian melahirkan “sesat program” dan kemubaziran, maupun yang kemudian merak korupsi sendiri pula melalui berbagi modus.

“Berbagai blow-up kisah pungli dan korupsi ibarat “rimah” dari makanan  politisi dan elit pimpinan yang rakus,” tegasnya.

Untuk diketahui, catatan Kementerian Perdagangan, pemerintah  mengimpor kepala cangkul sebanyak 86.160 unit melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Jumlah tersebut sebesar 5,7 persen dari keseluruhan izin impor yang diberikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebanyak 1,5 juta unit. Kebutuhan cangkul nasional rata-rata sebesar 10 juta unit per tahun dan belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka