Jakarta, Aktual.com — Dari data Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 telah mencatat total kerugian devisa akibat banyaknya pasien di Indonesia yang melakukan ‘medical tourism’ ke luar negeri mencapai Rp110 triliun. Hal tersebut tentunya menjadi suatu keprihatinan bagi negara dan segera membutuhkan inisiatif dari penyedia layanan kesehatan di Indonesia untuk mengembangkan program ‘medical tourism’ di Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut, Sahid Sahirman Memorial Hospital (SSMH) mulai hari ini, Selasa (29/03), meluncurkan program ‘medical tourism’ di Indonesia yaitu suatu program yang mengawinkan layanan program kesehatan dan pariwisata. Hal itu disampaikan oleh dr Bernard Sidharta, Managing Director PT.Sahid Sahirman Memorial Hospital.
“Dengan konsep medical tourism, Sahid Sahirman Fertility Centre menjadi klinik fertilitas pertama di Indonesia yang mengusung konsep ‘medical tourism’ sehingga diharapkan jumlah pasien-pasien yang berobat keluar negeri akan bisa beralih ke dalam negeri karena SSMH telah mempersiapkan paket layanan yang komperhensif dan sangat nyaman untuk pasien,” ungkap Bernard, kepada Aktual.com, dalam acara seminar media bertajuk ‘Layanan Medical Tourism Hadir’ di Sahid Sahirman Fertility Centre’, Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (29/03).
Selain itu, hadir juga dr Budi Wiweko, SpOG (K) yang merupakan Sekjen Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (PERFITRI) sekaligus founder SMART IVF, menjelaskan bahwa tingginya prevalensi infertilitas membutuhkan layanan yang tepat.
“Data prevalensi infertilitas cukup tinggi. Hal ini menunjukan kebutuhan pasutri terhadap layanan infertilitas cukup signifikan,” ujar Dr.Wiweko.
Kemudian, dokter Wiweko menjelaskan, mengenai potensi adanya medical tourism di Indonesia.
“Medical tourism di Indonesia tidak hanya potensial untuk mendapatkan pasien dari luar negeri, tapi yang lebih penting adalah mendapat kepercayaan pasien dalam negeri,” ungkap Wiweko.
Ia menambahkan, strategi ‘medical tourism’ yang tepat harus bisa diformulasikan untuk menarik kembali pasien dan devisa negara yang hilang keluar negeri,” katanya lagi.
Adapun beberapa strategi yang diterapkan antara lain, tarif kompetitif, infrastruktur fisik dan peralatan yang modern, pelayanan berkualitas yang sesuai dengan bukti ilmiah, orang-orang yang berkompeten dan siap bersaing, serta meningkatkan keterjangkauan akses.
Artikel ini ditulis oleh: