Laba Pertamina tahun 2015 Menurun. (ilustrasi/aktual.com)
Laba Pertamina tahun 2015 Menurun. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pembahasan revisi UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) mencuatkan wacana pembentukan satu lembaga khusus yang mengelola terkait sektor migas. Hal tersebut dilakukan setelah nantinya lembaga SKK Migas dibubarkan meniru seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun terlepas dari wacana itu, terhadap kinerja Pertamina, mestinya Pertamina harus menjadi perusahaan kelas dunia tanpa harus dibantu oleh sebuah UU.

“Bagi kami tidak masalah SKK Migas nantinya akan dibubarkan, selama hak pegawainya diperhatikan. Tapi jika digabung ke Pertamina, maka saat ini Pertamina sendiri harus bisa membuktikan diri sebuah perusahaan besar,” ujar Kepala Humas SKK Migas, Taslim Yunus saat diskusi soal RUU Migas dengan Fraksi Hanura, di Jakarta, kemarin, ditulis Selasa (27/9).

Selama ini, kata dia, Pertamina selalu bertekad ingin menjadi perusahaan dunia (world class company). Tapi sayangnya, para nahkodanya tidak ada yang berasal dari perusahaan dunia itu.

“Kami itu ingin Pertamina bisa menjadi world class company, tapi untuk menjadikan Pertamina sebagai world class itu harus dibawa oleh orang yang juga berasal dari world class company. Itu yg membuat dia (Pertamina) bisa world class,” tuturnya

Akan tetapi, tegas Taslim, yang terjadi saat ini Pertamina dikelola oleh orang yang justru masih meraba-raba bagaimana untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan dunia itu.

“Jadi bukannya ketika mau menjadi world class company malah orang-orang yang baru mau mencari bagaimana menjadi world class itu. Dan jangan hanya Pertamina itu menjadi besar karena ada UU,” tegas Taslim.

Yang dimaksud Taslim, karena jika UU Migas sudah direvisi akan menjadikan SKK Migas dan Pertamina menjadi satu atap.

“Itu salah satu wacana. Sekalipun itu tidak pas. Karena tidak pas juga kalau otoritas pengawas malah disatukan dengan entitas atau pelaku bisnis. Kami sendiri lebih pas jika nantinya dibuat semacam otoritas migas,” kata dia.

Termasuk juga, selama ini posisi menteri yang bersinggungan dengan sektor migas, selama ini terkesan hanya berdasar ada UU masing-masing. Sehingga yang terjadi koordinasinya tidak berjalan.

“Tapi nanti, kalau ada badan khusus atau otoritas khusus di sektor migas, mestinya posisi menteri hanya sebagai pengawas dari wakil pemerintah. Dengan begitu akan lebih cepat dalam hal kordinasi,” ujar dia.

Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir menambahkan, saat ini posisi SKK Migas tidak jelas, baik dalam kaca mata UU maupun dari aspek struktur pemerintahan.

“Untuk itu, ada tiga usulan terkait SKK Migas ini di komisi VII. Pertama dialihkan ke Pertamina seperti dulu. Kedua, SKK Migas ini dibentuk seperti BUMN khusus, artinya tidak berada di bawah Menteri BUMN tapi tetap di bawah Menteri ESDM. Dan dibentuk otortias migas,” jelas dia.

Namun demikian, dirinya sangat tidak sepakat kalau kembali dijadikan seperti dulu dengan menguatkan Pertamina. Kendati itu pilihan yang sangat sulit dan akan memicu perdebatan sengit.

“Kalau seperti dulu (Pertamina diperkuat) akan mengulang kesalahan lagi, Pertamina hanya jadi raja minyak seperti dulu di mana orang-orang di dalamnya hanya memperkaya diri. Saya cenderung dibentuk otoritas migas,” jelasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka