#Perlambatan Investasi Kelistrikan
Perlambatan investasi ini diperkirakan akan terus berlanjut terutama dari sektor ketenagalistrikan. Sebagai informasi, perkembangan capaian proyek listrik 35.000 MW per November 2017 telah mencapai commercial operation date (COD) sebesar 3 persen atau 1.061 MW. Sisanya sebesar 16.992 MW berada pada tahap konstruksi, 12.726 MW belum konstruksi namun telah dilakukan penandatanganan perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Sebanyak 2.790 MW masih dalam tahap pengadaan dan sisanya 2.228 MW atau sebesar 6 persen masih dalam tahap perencanaan.
Mengingat realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang pemerintahan Jokowi – JK rata-rata hanya di kisaran 5 persen, hal ini tidak sesuai dengan indikator proyeksi permintaan konsumsi listrik yang diproyeksikan pertumbuhan ekonominya diangka 7 persen. Karena itu pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian diman konsumsi listrik dengan cara menunda atau menggeser waktu penyelesaian proyek melalui revisi Rencana Umum Pembangunan Tenaga Listrik (RUPTL).
Diketahui pada RUPTL 2018 – 2027 ini, proyeksi rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik pertahun sebesar 6,86 persen dengan asumsi pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6,3 persen. Menurun dari asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik pada RUPTL sebelumnya yang dipatok sebesar 8,3 persen.
Baca juga: http://www.aktual.com/mau-dijual-kemana-proyek-listrik-35-000-mw
Selain itu, kapasitas terpasang baik dari IPP maupun dari pembangkit milik PT PLN sendiri diproyeksikan sebesar 106 GW, turun dari target sebelumnya sebesar 126 GW. Adapun komposisi bauran energi primer yang dicanangkan sebesar 54,4 persen dari Batubara, 23 persen Energi Baru Terbarukan (EBT), 22,2 persen gas dan 0,4 persen dari Bahan Bakar Minyak (BBM).
Selanjutnya: Ketidakpastian Investasi
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta