Kelompok Tani 17 Agustus melaporkan PT Mitra Andalan Sejahtera (PT MAS) ke Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, MAS dilaporkan atas dugaan penyerobotan lahan masyarakat Desa Wajok Hulu, Pontianak, Kalimantan Barat.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Susanto ikut menyoroti Brigjen Junior Tumilaar yang membuat surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Pasalnya, TNI mempunyai garisomando yang jelas dan kuat, sehingga langkah Brigjen Junior Tumilaar yang membuat surat terbuka merupakan suatu tindakan diluar pakem TNI.

“Apalagi selama ini sinergitas TNI dan Polri oleh pimpinan tertinggi sungguh-sungguh dijaga,” kata Sugeng dalam keterangannya, ditulis, Rabu (22/9).

Tindakan di luar pakem yang dilakukan Brigjen Junior Tumilaar, kata dia, bisa jadi disebabkan dugaan backing Polres pada pengusaha sudah sangat kasat mata dan tidak bisa ditolerir lagi. Sehingga menimbulkan sikap keberpihakan pelapor yang tidak bisa diredam untuk diungkap secara terbuka ke publik dengan resiko pelapor akan terkena teguran dari Kasad dan atau panglima TNI.

“Sepertinya pelapor sudah siap dengan resiko tersebut,” jelasnya.

IPW, sambung Sugeng, mendorong Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Sulut menurunkan tim pemeriksa untuk memverifikasi dan memeriksa dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan oleh Polresta Manado terkait tuduhan pelapor Brigjen Junior Tumilaar tentang dugaan kriminalisasi dan backingan Polres pada pengusaha.

Apalagi dalam kasus ini, pihak Polres telah menurunkan Brimob. “Sangatlah tidak relevan menurunkan Brimob karena akan menimbulkan gesekan dibawah antara Polri dan TNI,” tandasnya.

Sugeng menyarankan, pimpinan di kewilayahan yakni Kapolres dan Komandan Kodim (Dandim) saling berkordinasi untuk menyelesaikan kasus guna mencegah ekses potensi konflik antar keduanya. Karena surat terbuka yang ditulis tangan oleh seorang anggota TNI apalagi perwira tinggi sangat bertentangan dengan norma tata kehidupan prajurit.

Dinilai surat terbuka yang saat ini viral diberbagai aplikasi media sosial itu juga dapat dikategorikan membangun opini publik dan berpotensi memancing kemarahan publik dan atau memicu konflik komunal, baik antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat dengan Polri maupun konflik antara TNI dan Polri.

Sementara, pengamat hukum dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengatakan, prajurit TNI dan Polri juga warga negara Indonesia. Bila surat terbuka Brigjen Junior Tumilaar kepada Polri tidak berkaitan dengan kedudukannya sebagai TNI, maka boleh saja membuat surat terbuka.

Dengan arti, yang dilakukan Brigjen Junior Tumilaar tidak ada kepentingan pribadinya.

“Artinya lagi dia (Brigjen Junior Tumilaar) hanya sekedar menolong orang saja. Tetapi jika urusannya bersinggungan dengan kepentingan pribadinya, maka selayaknya dan seharusnya dikoordinasikan dengan kesatuannya. Agar tidak menimbulkan gesekan urusan antar kelembagaan,” paparnya.

Diketahui, Inspektur Komando Daerah Militer XIII/Merdeka Brigjen TNI Junior Tumilaar menulis surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Surat tulisan tangan itu sebagai bentuk keprihatinan jenderal bintang satu ini atas perlakuan diskriminatif terhadap Ari Taharu dalam kasus kepemilikan tanah di Kawasan Citraland.

Surat terbuka Tumilaar ini juga sebagai bentuk keberatan dengan sikap penyidik yang memanggil Babinsa untuk dimintai keterangan. Dalam surat tersebut, Tumilaar mengingatkan Kapolri mengenai status tanah dan keabsahan dokumen Ari Tahiru.

Dia juga menginformasikan kalau sudah pernah mengingatkan Kapolda Sulut bahwa Ari Tahiru adalah pemilik tanah yang sah, jauh sebelum Perum Citraland dibangun.

Adapun tembusan surat terbuka itu ditujukan Panglima TNI, KSAD, Pangdam XIII/Merdeka, anggota DPR RI Hillary Lasut dan pengacara Ari Tahiru, James Bastian Tuwo SH.

“Saya menulis surat terbuka ini karena panggilan hati nurani. Saya tentara rakyat. Saya wajib melindungi rakyat yang tertindas,” tegas Brigjen Tumilaar kepada wartawan di Manado, Rabu (15/9).

Saat ini Polresta Manado menangkap dan menahan Ari Tahiru, pada 18 Agustus 2021 lalu di kawasan Perumahan Citraland, Manado.

Penangkapan pria berusia 67 tahun itu sebagai tindak lanjut laporan manajemen Citraland. Laporan Citraland yang diikuti tindakan kepolisian mendapat perhatian sejumlah kalangan.

Tindakan dialami Ari Tahiru dinilai sebagai bentuk perampasan hak-hak rakyat, karena Ari Tahiru pemilik tanah adat (warisan) yang sah berdasarkan sejumlah dokumen asli. Ari Tahiru disangka merusak pagar pembatas Citraland.

Itupun tembok pembatas itu berdiri di atas tanah warisan ibunda Ari Tahiru. Ia dan kakak-adiknya mendapat warisan tanah seluas 32.482 meter persegi.

Dalam dokumen register tanah, surat ukur dan surat keterangan saksi, tampak jelas bahwa Citraland justru menyerobot sebagian besar tanah milik orang tua Ari Tahiru. Tanah tercatat dalam Register Desa Pineleng Nomor 302/12/X11/82.

Ari Tahiru masih ditahan karena laporan manajemen Citraland Manado yang menuduhnya merusak tembok pembatas antara wilayah Citraland dan tanah Lintje Monintja kepada anak-anaknya Tahiru bersaudara (suami Lintje Monitja adalah Baco Tahiru).

Padahal Ari menurut keluarga, hanya memindahkan secara rapi tiga batang beton agar dapat mengakses masuk kebunnya. Proses pemindahan batangan beton itu disaksikan aparat negara baik Babinsa maupun Lurah setempat.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nusantara Network