Petinggi Pertamina (ilustrasi)
Petinggi Pertamina (ilustrasi)

Direksi dan Komisaris Pertamina menikmati gaji, honor, dan tantiem fantastis di atas penderitaan nenek 65 Tahun yang harus berpuasa dan berdoa dalam penjara

Jakarta, Aktual.com – Publik tentu sudah tahu bahwa Dewan Direksi dan Dewan Komisaris adalah mereka yang mempunyai peranan dan jabatan kunci dalam perusahaan, sehingga mereka ini berhak menerima gaji dan tantiem. Berapakah besaran gaji dan tantiem yang diterima manajemen kunci Pertamina?

Menurut penelusuran redaksi aktual (mengutip laporan keuangan Pertamina 2022 yang dipublikasikan, Rabu 26 Juli 2023), bahwa nominal gaji dan tantiem mereka sangat fantastis. Kompensasi yang dibayar dan terutang pada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris pada periode yang berakhir 31 Desember 2022 masing-masing sebesar USD23,90 juta termasuk pajak, atau sekitar Rp372,8 miliar (nilai tukar 1 USD = Rp15.600). Angka ini naik drastis 62% dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebesar USD14,7 juta.

Adapun besaran remunerasi bagi anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Pertamina ditetapkan oleh RUPS atau Menteri, dan berlaku setiap tahun selama satu tahun terhitung sejak bulan Januari pada tahun berjalan. Penetapan ini mengacu pada pedoman yang tercantum dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2021 tanggal 24 September 2021 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.

Untuk struktur dan komponen remunerasi ditetapkan meliputi: 1. Gaji untuk anggota Dewan Direksi, sedangkan honorarium untuk anggota Dewan Komisaris; 2. Tunjangan; 3. Fasilitas; 4. Tantiem/Insentif Kinerja/Insentif Khusus.

Penetapan penghasilan yang berupa gaji atau honorarium, tunjangan dan fasilitas yang bersifat tetap dilakukan dengan mempertimbangkan faktor skala usaha, faktor kompleksitas usaha, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan Perusahaan, dan faktor-faktor lain yang relevan, serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, demikian informasi dari Laporan Keuangan Pertamina.

Gaji anggota direksi lain selain Direktur Utama (Dirut) ditetapkan dengan komposisi faktor jabatan. Mereka mendapatkan gaji sebesar 85% dari gaji Dirut. Sementara itu, untuk honorarium Komisaris Utama (Komut) adalah sebesar 45% dari gaji Dirut, wakilnya adalah 42,5% dari gaji Dirut, dan komisaris lainnya adalah 90% dari honorarium Komut. Demikian juga ini berlaku baik untuk tantiem buat anggota dewan direksi dan dewan komisaris.

Dari penelusuran ke berbagai sumber, gaji bulanan Dirut adalah sekitar Rp400 juta/bulan di tahun 2023 ini dan tantiem Dirut Pertamina tahun 2022 yang dibayarkan pada tahun 2023 ini adalah sekitar Rp25 miliar, maka net income Direktur Utama Pertamina (sudah dikurangi pajak, karena pajak dibayar perusahaan) adalah sekitar Rp29,8 miliar atau sekitar USD1,9 juta. Ini masih belum termasuk tunjangan transport dan tunjangan perumahan.

Adapun net income masing-masing direksi lainnya adalah (85% x Rp29,8 miliar) Rp25,33 miliar atau US1,62 juta per orang di tahun 2023 ini. Jika anggota direksi termasuk direktur utama ada 5 (lima) orang, maka total net income mereka adalah Rp131,12 miliar atau USD8,4 juta/ tahun.

Selanjutnya untuk Komut net incomenya (45% dari net income Dirut) sebesar Rp13,41 miliar atau USD860 ribu pada tahun 2023. Selanjutnya Wakil Komut menerima (42,5% dari net income Dirut) sebesar Rp12,67 miliar atau sekitar USD811 ribu.

Oleh karena Wakil Komut mundur dari jabatannya, maka pendapatan bersihnya hanya berkurang sekitar 3 (tiga) bulan honorarium saja. Sedangkan komisaris lainnya mendapatkan net income (90% dari net income Komut) yaitu Rp12,07 miliar atau USD774 ribu.

Saat ini, di Pertamina anggota Dewan Komisaris ada 7 orang terdiri dari 1 orang Komisaris Utama, 1 orang Wakil Komisaris Utama (mengundurkan diri), dan 5 orang Komisaris lainnya. Oleh karena itu, total jumlah penerimaan bersih anggota Dewan Komisaris Pertamina adalah Rp86,43 miliar atau USD5,54 juta.

Dengan rincian seperti di atas maka total penerimaan bersih seluruh anggota Dewan Direksi dan seluruh anggota Dewan Komisaris Pertamina adalah Rp217,55 miliar atau USD13,95 juta.

Sekarang mari kita lihat keuntungan Pertamina dari kontrak LNG Corpus Christi Liquefaction (CCL) seperti yang tercantum dalam draft Nota Dinas Atep Salyadi Dariah Saputra, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha.

Ternyata menurut draft Nota Dinas Atep tersebut keuntungan komulatif LNG sampai dengan Desember 2023 ini diperkirakan adalah USD103,5 juta atau Rp1,61 triliun. Memang keuntungan ini masih keuntungan kotor, namun jika kita hitung biaya operasi kegiatan LNG, selama 4 tahun terakhir (2019 sampai dengan 2023) tidaklah lebih dari USD20 juta.

Oleh karena itu, dengan mudah dapat dihitung net profit Pertamina dan dari kontrak CCL saja, (tidak termasuk kontrak LNG lainnya seperti Woodside dan Total GPA, Chevron Rapak, dan Eni Muara Bakau) adalah sebesar USD83,5 juta atau Rp1,3 triliun!

Betapa besar sumbangan kontrak LNG CCL, Khususnya akumulasi net profit di tahun 2023. Tidak main-main Rp1,3 triliun

Keuntungan ini tentunya sebagian dipakai untuk membayar gaji, honorarium, dan tantiem para anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris tersebut di atas.

Jika dibandingkan dengan penerimaan bersih anggota Dewan Direksi dan Komisaris seperti di atas yang sangat fantastis, maka adalah sebuah ironi, Karen Agustiawan, sang kontributor net profit sebesar itu, yang tentu saja semestinya mendapat penghargaan oleh Pertamina, namun justru malah dijadikan tersangka sejak Juni 2022 dan ditahan sejak 19 September 2023 yang lalu.

Beberapa minggu yang lalu, Karen merayakan ulang tahunnya yang ke-65 di tahanan. Sungguh pedih apa yang dirasakan Karen. Bukan hanya Karen harus merayakan ulang tahunnya di tahanan, terpisah dengan suami, anak-anak, dan cucunya, namun juga ia merasakan kepedihan lain, yaitu Pertamina perusahaan yang pernah dibesarkan dan saat ini menikmati keuntungan besar dari kontrak LNG yang pernah dirintisnya, namun balasan Pertamina tidak sepadan dengan jasa-jasanya sewaktu memimpin Pertamina.

Dukungan Pertamina untuk kasus yang dihadapinya, sangatlah minim. Sebagai contoh, ia pun terpaksa bersurat ke BPK sendiri, karena Pertamina enggan menyurati BPK perihal keuntungan kontrak LNG CCL ini. Pertamina seolah-olah membiarkan Karen berjuang sendiri.

Untunglah beberapa staf Pertamina yang masih ada saat ini dan merasakan kepemimpinan Karen saat itu, mereka masih mendukung Karen. Mereka juga beberapa kali menjenguk Karen di rutan. Oleh karena itu sebenarnya, mereka ini layak disebut dengan Pertamina Asli Tulen (PAT), karena masih mempunyai esprit de corps. Namun sayangnya para PAT ini terpaksa harus secara diam-diam menjenguk Karen, sebab mereka merasa jeri dan khawatir dengan intimidasi para pejabat Bukan Asli Pertamina (BAP) yang saat ini mendominasi Pertamina.

(Redaksi Aktual)