Areal lahan dan hutan terbakar terlihat dari atas Helikopter BNPB jenis MI-8 di Desa Pangkalan Terap, Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (10/6). Satgas Karlahut Propinsi Riau terus berupaya melakukan pemadaman baik dari darat maupun udara terhadap kebakaran hutan dan lahan yang diperparah dengan kencangnya tiupan angin serta cuaca panas itu. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/foc/16.

Pekanbaru, Aktual.com – Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau yang terdiri atas unsur TNI, Polri, dan komponen lain bekerja memadamkan lahan dengan membawa bekal konsumsi sendiri, sebab tidak ada nomenklatur untuk anggarannya.

“Selama ini bekal sendiri, ada juga dari bupati atau perusahaan mendukung. Sering pada ujung-ujung penempatan pasukan baru mau mendukung, seharusnya dari awal,” kata Kasi Ops Korem 031/Wirabima yang juga Kepala Operasi Pemadaman Lahan Kol (Inf) Saad Miyanta saat diskusi publik di Pekanbaru, Rabu (24/8).

Dia mengatakan, satgas yang dikomandoi Badan Penanggulangan Bencana Daerah tidak mempunyai anggaran karena tidak ada nomenklaturnya. Yang bisa membantu adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana namun harus setelah tanggap darurat, sementara status Riau baru siaga.

“Jadi kita makan bawa sendiri dari rumah, ransum tunggal istilahnya. Gaji sendiri digunakan untuk operasi. Kalau masih dihujat tidak apa-apa, ayo ikut dulu, masker tak berguna kalau yang kain itu,” tambahnya.

Lebih lanjut, kata dia, pihaknya juga bisa mendatangkan pasukan dari satuan lain. Seperti dari Medan dan Payakumbuh, namun khawatir karena siapa yang akan memberikan makan.

Saat ini, dikatakannya, sekitar 400 orang telah ditempatkan di wilayah rawan kebakaran. Bantuan hanya sukarela saja dari perusahaan dan bupati. Padahal satgas penindakan darat menurutnya adalah yang paling berat kerjanya karena asap.

“Apalagi kena angin berputar itu, tahun 2015 yang lemas ada dua orang hampir mati. Tiga hari baru sembuh,” ujarnya.

Kemudian kesulitan juga terjadi pada lahan yang sulit sumber air. Untuk itu embung harus dibuat dulu dan membutuhkan alat berat untuk menggali tanah. Seringkali meminta alat berat ke perusahaan sekitar sulit terealisasikan. Meski begitu diinstruksikan tetap bekerja supaya tidak ada peningkatan status dan tidak dihujat.

“Kadang sampai pakai semprot rumput dan hanya ember,” katanya.

(ant)

Artikel ini ditulis oleh: