Jakarta, Aktual.co — Siapa yang tidak suka dipuji, dikagumi dan diperlakukan spesial? Itu sangat nikmat rasanya, sehingga bayak orang yang sangat merindukannya. Perlu hati-hati untuk orang yang tidak kuat iman, akan banyak kerusakan yang ditimbulkan jika seseorang sudah diperbudak dan mabuk pujian. 
Orang mabuk akan berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan secara tidak normal atau eror. Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji atau memperlakukannya tidak sesuai harapan.
Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya. akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain, selalu orientasi diri sendiri. Akan selalu sibuk membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.
Orang-orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang bersangkutan pun tak nyaman dengan dirinya sendiri. Selain itu, hubungan dengan Allah pun akan semakin berbatas, walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah, sebab di hatinya bukanlah karena Allah yang dituju, melainkan sibuk dengan penilaian orang lain. 
Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji. Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.
Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya menyangka saja.
Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :1. Kita jadi terpenjara oleh pujian orangKita takut kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.
2. Dia sangat sulit mengakui kekurangannyaIni adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada orang dan pada diri sendiri.
3. Kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinyaKarena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan.
Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya.Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad).
Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain. Dikutip dari sms tauhid, Aa Gym, Rabu (29/10).