Tersangka korupsi dan pemerasan di Kemenbudpar dan Kementerian ESDM Jero Wacik meninggalkan ruangan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/7). KPK memperpanjang masa tahanan mantan Menteri Kebudayaan dan Periwisata periode 2008-2011 dan Menteri ESDM periode 2011-2013 itu selama 30 hari. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Bekas Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik didakwa menyelewengkan dana operasional menteri (DOM) yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi diluar kedinasan dan keluarga. Total DOM yang digunakan Jero Wacik mencapai Rp 8.408.617.149.

Lantaran perbuatan tersebut, politikus Partai Demokrat itu dianggap telah melanggar Keputusan Presiden (Keppres) nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

Demikian disampaikan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat membacakan amar dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/9).

“Secara melawan hukum terdakwa Jero Wacik meminta Dana Operasional Menteri (DOM) untuk diberikan secara langsung kepada terdakwa kemudian menggunakan DOM tersebut untuk keperluan pribadi dan keluarganya tanpa didukung bukti pertanggungjawaban belanja yang sah untuk memperoleh pembayaran,” papar Jaksa KPK, Dody Sukmono.

DOM tersebut awalnya disediakan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Agar dapat menggunakan dana tersebut, Jero selaku Menbudpar, setiap tahunnya menunjuk Pejabat Pelaksana Anggaran pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kemenbudpar.

Untuk pengalokasian DOM, Sekjen Kemenbudpar saat itu Wardyatmo membentuk tim pengelola kegiatan operasional Menteri. Menurut Jaksa, dalam mengelola DOM, Jero juga menunjuk Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan (Menteri) pada Biro Umum Setjen Kemenbudpar, Luh Ayu Rusminingsih sebagai Bendahara.

“Luh Ayu Rusminingsih lalu memerintahkan Kasubag TU Menteri, Siti Alfiah untuk mengajukan permintaan uang muka DOM sesuai permintaan terdakwa (Jero) selaku Menteri atau untuk keperluan biaya penunjang kegiatan Menteri kepada Biro Keuangan,” papar Jaksa.

Jaksa KPK melanjutkan, DOM tersebut setiap bulannya dicairkan dengan hanya melampirkan Surat Pernyataan Tangung Jawab Belanja (SPTB) yang ditandatangani PPK. Untuk periode 2008 pencairan DOM diterima oleh Samsa, periode 2009-2011 giliran Sunhaji yang menerima.

Selanjutnya, setiap pencairan kedua orang itu menyerahkan uang tersebut kepada Siti Alfiah, sesuai dengan yang diajukan. Atas permintaan Jero, Luh Ayu Rusminingsih menyerahkan sebagian uang DOM secara langsung kepada dirinya.

“Padahal seharusnya uang DOM tersebut digunakan untuk pembayaran kepada pihak ketiga atau kebutuhan operasional Menteri, tetapi terdakwa meminta dan menerimanya langsung secara tunai dengan menandatangani kuitansi penerimaan uang. Sedangkan sisanya dikelola oleh Luh Ayu Rusminingsih untuk operasional kegiatan Menteri setiap bulan,” terang Jaksa.

Setelah menerima DOM secara tunai, Jero menggunakannya untuk keperluan pribadi, upacara adat dan acara keagamaan dan tidak didukung dengan bukti-bukti pertangggungjawaban belanja yang lengkap, valid dan sah.

Dalam dakwaan kesatu Jero diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby