Sekjen PPP Arsul Sani membacakan struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP periode 2016-2021 dalam acara acara Peringatan 18 Tahun Reformasi dan 108 Tahun Kebangkitan Nasional dan juga melantik Kepengusurusan DPP PPP di Jakarta, Jumat (20/5/2016). Dalam acara tersebut Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy sekaligus melantik 146 orang DPP PPP Masa Bakti 2016-2021.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani tidak sependapat dengan munculnya wacana penghapusan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Isu baru muncul setelah kasus penistaan agama dengan terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) muncul.

“Saya termasuk golongan yang tidak mau menghapus Pasal 156a, sikap saya kan jelas saya pokoknya ikut putusan MK (Mahkamah Konstitusi) saja,” katanya menanggapi wacana dimaksud di di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (16/5).

Seperti disampaikan MK dalam putusannya atas uji materiil pasal tersebut, Arsul menilai bilamana pasal itu dihapuskan maka sangat mungkin akan terjadinya kekosongan hukum terhadap norma-norma Suku, Agama, RAS dan Aliran (SARA).

“Karena MK sudah bilang kalau dihapus bisa terjadi street justice, bisa orang mengambil tindakan sendiri sendiri,” papar politikus PPP itu.

Diakui Arsul, dalam pembahasan KUHP memang sedang memfokuskan pada Pasal 156 dan 156a. Bedanya KUHP yang sedang dalam pembahasan dengan yang kemarin (sebelum revisi), yakni kalau kemarin kan tidak ada pembahasan adanya anotasi atau catatan dari para ahli hukum pidana saja.

“Tetapi kalau yang sedang dibahas ada penjelasannya sehingga itu semacam menjadi patokan dan pedoman bahwa yang dimaksud oleh pembentuk UU dengan yang dimaksud penghinaan yang seperti ini. Jadi kita tidak memberikan semacam cek kosong lah kepada pengadilan, penegak hukum, untuk menafsirkan sendiri dengan kata-kata, itu yang sedang terjadi,” tutupnya.

(Novrizal Sikumbang)

Artikel ini ditulis oleh: