Ketua Umum Dewan Kemakmuran Masjid Indonesia Jusuf Kalla/antara
Ketua Umum Dewan Kemakmuran Masjid Indonesia Jusuf Kalla/antara

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) mengimbau seluruh pengurus masjid waspada akan adanya kajian keagamaan yang bersifat radikal.

“Hati-hati kalau ada di masjid kelompok-kelompok terdiri empat sampai lima orang dan kemudian ada gurunya, kajian sambil berbisik-bisik. Pengurus masjid harus tegur itu, jangan sampai mereka sedang kajian radikalisme,” kata JK dalam acara Mudzakarah Pembina Rohani Islam Masjid Kementerian/Lembaga Pemerintah non-Kementerian dan BUMN di Hotel Novotel Mangga Dua Jakarta, Rabu.

Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia itu mengungkapkan bahwa kajian keagamaan yang bersifat radikal tersebut harus mendapat perhatian sejak dini dari para pengurus masjid dan masyarakat, supaya tidak semakin berkembang menjadi aksi teror.

Meskipun kajian-kajian bersifat radikal itu memungkinkan terjadi di masjid, JK mengatakan tidak ada masjid yang digunakan sebagai tempat untuk merencanakan teror atau pun merakit bom.

Teror di beberapa daerah selama ini terungkap direncanakan dan disusun di rumah-rumah kontrakan, kata Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI tersebut.

“Kalau kita lihat pemeriksaan-pemeriksaan tersangka teroris, itu tidak pernah menyebut mereka merancang aksinya dari masjid. Umumnya, itu (aksi teror) dirancang dan direncanakan di rumah kontrakan,” tutur dia.

Begitu pula teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3), pelaku-nya merancang aksi dan merakit bom di rumah kontrakan.

“Termasuk pelaku bom Gereja Katedral Makassar, itu dirancang di rumah kontrakan yang dekat rumah ibunya,” tukas-nya.

Menurut JK, sifat masjid yang terbuka untuk semua kelompok Islam merupakan alasan tidak adanya masjid dijadikan tempat perakitan bom dan penyusunan aksi teror.

“Tidak dijadikannya masjid sebagai tempat perancangan dan perencanaan aksi teror itu karena masjid itu sifatnya terbuka, tidak dibatasi oleh kelompok; meskipun itu dibangun oleh orang Muhammadiyah, orang NU (Nahdlatul Ulama) boleh shalat di situ,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i