Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi  Chaniago,. AKTUAL/Tino Oktaviano

Potensi Jokowi Tanpa Islam?

Kondisi ini pun dinilai Pangi akan membuka jalan bagi PKB untuk angkat kaki dari koalisi pemerintahan. Menurutnya, sangat kecil kemungkinan Cak Imin dipilih oleh Jokowi sebagai pendampingnya dalam Pilpres nanti.

Selain faktor PDIP dan Megawati, Pangi juga melihat sosok Jokowi yang cenderung tidak ingin ditekan. Menurutnya, ‘ancaman’ yang kerap dilontarkan Cak Imin justru akan semakin menjauhkan mantan Menakertrans ini dari Jokowi.

“Biasanya kalau ada yang ngotot, maka Jokowi enggak suka. Jokowi itu setahu saya enggak suka dengan orang yang memaksakan kehendak,” terang Pangi.

Sementara untuk Cak Imin, Pangi berpendapat jika sangat mungkin mantan Menakertrans itu lebih memilih angkat kaki dari koalisi pemerintah menjelang pendaftaran pasangan Capres dan Cawapres pada Agustus mendatang.

“Cak Imin bisa berselancar ke koalisi Prabowo atau (membentuk) koalisi poros ketiga,”ucapnya.

“Karena itu, terbuka peluang pilpres diikuti tiga pasangan calon. Partai-partai yang tidak puas dengan sikap koalisi pendukung Jokowi maupun Prabowo, kemungkinan membentuk poros ketiga,” ujar Pangi.

Menurutnya, Pilpres dengan tiga pasangan kandidat akan lebih menarik ketimbang pertandingan ulang alias rematch antara Joko Widodo dengan Prabowo. Menurutnya, hal ini menjadi satu-satunya cara untuk menjungkalkan Jokowi lantaran adanya kemungkinan untuk terlaksananya putaran kedua.

Pangi menduga, skema yang terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu akan terulang kembali dalam Pilpres 2019.

“Poros yang enggak masuk kedua bergabung dengan lawan Jokowi. Jadi intinya, asal bukan Jokowi,” terangnya.

Pangi mengatakan, dua kelompok anti Jokowi yang bersatu di putaran kedua kemungkinan akan mengampanyekan secara massive kegagalan mantan Wali Kota Surakarta itu dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilakukan selama ini tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

“Saya kira kalau Pilpres dua putaran, besar kemungkinan Jokowi akan kalah,” katanya.

“Isunya, soal kemiskinan cukup seksi untuk diangkat. Contoh paling nyata terkait daya beli masyarakat yang menurun. Ibu-ibu ke pasar bawa uang Rp50 ribu itu enggak cukup. Ongkosnya untuk pulang pergi saja sudah berapa. Itu belum harga beras dan kebutuhan pokok lain yang melonjak naik,” tambah Pangi menerangkan.

Pangi memprediksi isu kemiskinan akan dikaitkan dengan derasnya arus tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, khususnya dari Tiongkok. Sementara untuk poros ketiga, munculnya Gatot sebagai kandidat Capres juga semakin memudahkan Cak Imin untuk angkat kaki dan membentuk poros ketiga.

Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa

Pada kesempatan yang lain, peneliti asal Lingkaran Survei Indonesia atau kerap disebut LSI Denny JA, Ardian Sopa mengamini ucapan Pangi terkait isu yang berpotensi menjatuhkan Jokowi nantinya.

Ardian mengatakan, elektabilitas Jokowi memang masih terbilang kuat, meskipun beberapa lembaga survei menyatakan elektabilitas Prabowo yang lebih tinggi dalam hasil surveinya. Namun, ia juga menyatakan jika Jokowi masih memiliki kelemahan dalam isu ekonomi, khususnya terkait susahnya lapangan kerja, mahalnya harga sembako dan skandal Perpres TKA.

“Dan memang elektabilitas Jokowi akan tergantung pada isu ini, apakah isu ini akan meningkat atau tidak. Jika semakin meningkat, maka isu ini tentu berpengaruh pada Jokowi,” ujar Ardian kepada Akual di kantornya, Selasa (8/5) kemarin.

Selain itu, ia juga menilai jika ‘ancaman’ Cak Imin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap elektabilitas Jokowi. Terlebih PKB menjadi parpol Islam dengan suara terbanyak yang tergabung dalam koalisi pemerintahan.

Omongan dia tentu akan berpengaruh pada konsolidasi yang ada, terutama kalau PKB keluar dari lingkaran Jokowi,” ucap Ardian.

Ia sendiri enggan menjelaskan secara rinci tentang dampak yang akan berimplikasi pada Jokowi. Namun, ia mengakui jika Jokowi memang membutuhkan sosok religius sebagai pendampingnya.

“Akan sangat rugi kalau partai-partai yang ada tidak masuk dalam kontestasi pilpres. Dalam rangka itu, kalau Jokowi tidak ambil Cak Imin, bisa jadi betul (rugi), kemungkinannya ada,” terang Ardian.

Terlebih saat ini, jelas Ardian, tingkat elektabilitas Jokowi belum mencapai 50%. Meskipun masih menjadi yang tertinggi, tetapi angka ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan tingkat elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang melebih 60%, ketika setahun menjelang Pilpres 2009.

“Bocorannya, Jokowi ini memang kuat tapi masih bisa goyah,” tegasnya.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan