Sementara Novel dalam beberapa kali kesempatan lebih tertarik untuk mengungkapkan kasus ini ke Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Salah satu yang mendasar yakni dugaan adanya keterlibatan Jenderal Polisi yang sempat diungkapkan Novel.
Selain itu, Novel pun sempat Novel pun sempat mengkritik pimpinan KPK soal perlindungan yang diberikan kepada pegawai. Ia menekankan soal keseriusan pimpinan dalam merespons serangan terhadap anak buahnya. Sebab kasus penyiraman yang menimpanya bukanlah yang pertama. Novel setidaknya telah mengalami kejadian teror sebanyak enam kali sejak mengabdi di komisi anti rasuah.
“Ke depan setiap penyerangan kepada orang-orang KPK, pimpinan KPK harus atau tentunya mau membuka itu sebagai masalah yang serius dan melaporkan kepada pihak-pihak yang mempunyai kewajiban melakukan tindakan-tindakan itu,” ujar Novel di gedung KPK, Kamis 3 mei 2018.
Ia mengaku khawatir jika tak ada komitmen dari para komisioner KPK akan membuat keberaniannya para pegawai dalam bekerja mengungkap kejahatan kerah putih di Indonesia menjadi turun.
“Kita tidak mau apabila orang-orang yang selama ini mengganggu, menyerang, orang-orang di KPK, kemudian menjadi lebih berani, tentu itu membahayakan,” kata Novel.
Agaknya filosofi Sepeda yang dijelaskan Presiden Joko Widodo ada benarnya kalau disandingkan dengan perjalanan kasus Novel. Sepeda menurut Jokowi merupakan cerminan dari kemandirian dan kerja keras, ini berlaku bagi Novel yang dituntut untuk ‘bekerja keras’ dan ‘mandiri’ untuk mengungkapkan kasus ini, seperti membentuk TGPF yang kini tengah diperjuangkannya.
Sementara filosofi bersepeda merupakan wujud dari kebersamaan, yang didalamnya terdapat koordinasi dan pembagian fungsi, mungkin hal ini cocok untuk Jokowi sendiri. Tentu sebagai Presiden dirinyalah yang bisa melakukan kordinasi dan pembagian fungsi agar kasus ini cepat selesai.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby