Kondisi itu terjadi, kata Bhima, karena klaim pemerintah utang itu untuk pembangunan infrastruktur, justru penyerapan tenaga kerjanya masih rendah. Karena yang terjadi, penyerapan tenaga kerja justru menurun di saat pembangunan tengah dipercepat.

“Misalnya penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi. Ternyata mengalami penurunan sebanyak 230 ribu orang di 2016 dibandingkan tahun 2015. Juga upah riil buruh bangunan turun -1,3% per September 2017 dibanding periode sebelumnya. Ini menunjukkan utang yang ditarik itu tak efektif,” papar dia.

Dengan kondisi seperti itu, dia menegaskan, agresivitas pemerintah dalam menerbitkan utang itu jelas tidak sejalan dengan berbagai pencapaian terutama di bidang infrastruktur.

Apalagi, kata Bhima, realisasi pembangunan infrastruktur yang selesai atau commercial operation date masih di bawah 10%, dan sisanya masih dalam proses perencanaan dan lelang sebesar 41%.

“Artinya penggunaan utang dalam membangun infrastruktur juga menuai pro dan kontra, hal ini dikarenakan dampaknya ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian. Makanya pemerintah harus mengerem utang. Karena kondisinya sudah masuk lampu kuning,” pungkas dia.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: