Jakarta, Aktual.com — Kamar Dagang dan Industri Indonesia menginginkan Kementerian Kelautan dan Perikanan segera mengumumkan hasil analisis dan evaluasi yang dilakukan tim Satgas Illegal Fishing terhadap perusahaan perikanan yang menggunakan kapal luar negeri.

“Kalangan dunia usaha ingin mengetahui perusahaan mana saja yang layak dan tidak layak sesuai analisa dan evaluasi tersebut,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (28/7).

Menurut Yugi Prayanto, hal tersebut merupakan sangat penting antara lain agar dapat segera ada kepastian berusaha di Indonesia, khususnya bagi pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah menjatuhkan sanksi terhadap puluhan perusahaan yang terdiri atas pencabutan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan pencabutan Surat Izin Penangkapan Ikan/Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIPI/SIKPI).

“Rincian sanksi administrasi terhadap 18 perusahaan tersebut adalah delapan SIUP perusahaan dicabut dan kedua, 82 SIPI/SIKPI kapal dari 12 perusahaan lainnya dicabut,” kata Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di KKP, Jakarta, Rabu (1/7).

Menurut dia, semua perusahaan tersebut sudah dipanggil dan penjatuhan sanksi administrasi untuk hasil analisis dan evaluasi (Anev) jilid I tidak berarti meniadakan kemungkinan dijatuhkannya sanksi administrasi bagi perusahaan yang tidak dicabut SIUP atau SIPI/SIKPI, jika pada kemudian hari ditemukan alasan yang kuat untuk itu.

Menteri Susi memaparkan, delapan SIUP perusahaan yang dicabut dari hasil analisis dan evaluasi (Anev) jilid I itu adalah PT Dwikarya Reksa Abadi, PT Aru Samudera Lestari, PT Pusaka Bahari, PTjaring Mas, PT Thalindo Arumina Jaya, PT Tanggul Mina Nusantara, PT Hadigdo, dan PT Biota Indo Persada.

Sedangkan hasil Anev jilid II adalah terhadap 12 perusahaan perikanan yang terbagi atas tujuh kelompok/afiliasi perusahaan yaitu PT Sino Indonesia Shunlida Fishing, Afiliasi Minatama Mutiara, S&T Grup, SLU Grup, PT Indojurong Fishing Industry, PT Starcki Indonesia, dan PT Ocean Mitramas. “Pelaksanaan Anev terhadap 12 perusahaan itu dilakukan berdasarkan sembilan kriteria kepatuhan operasional kapal,” ucapnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan, beragam kriteria itu antara lain legalitas kepemilikan kapal, keberadaan nakhoda dan ABK asing, pengaktifan VMS (sistem pemantauan kapal), dan “transshipment” (alih muatan) secara tidak sah.

Sampai dengan saat ini, perusahaan-perusahaan yang dicabut SIUP-ya berjumlah 12 izin (gabungan dari Anev jilid I dan jilid II), sedangkan SIPI/SIKPI yang dicabut berjumlah 152 izin. Selain itu, pencabutan izin-izin tersebut baru dari 30 perusahaan saja dibandingkan dengan total perusahaan yang di Anev secara keseluruhan berjumlah 187.

Sebagaimana diberitakan, pencabutan izin sebanyak 15 perusahaan perikanan yang tergabung dalam empat grup perusahaan besar di Tanah Air seharusnya hanya menjadi langkah awal penataan sektor perikanan, dan bukan menjadi tujuan utama KKP.

“Pencabutan izin 15 perusahaan perikanan menjadi langkah awal yang bisa dilakukan oleh KKP,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Senin (23/6).

Menurut Abdul Halim, KKP harus segera melakukan upaya lanjutan yaitu melakukan penuntutan atas dugaan kejahatan perikanan yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perikanan tersebut.

Hal itu, ujar dia, karena perusahaan tersebut tidak hanya merugikan negara dari sisi pemasukan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), melainkan juga merugikan pekerjanya.

Artikel ini ditulis oleh: