Jakarta, Aktual.com – Ketua Dewan Pakar KAHMI Nasional, Laode Masihu Kamaluddin mendorong pemerintah melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia, untuk mengatasi permasalahan energi.

Dia menegaskan bahwa penerapan pembangunan PLTN di Indonesia sangat visible dan pemerintah tidak perlu ragu atas opini publik demi perbaikan energi nasional.

“Hasil kajian, nuklir itu visible di Indonesia. Mestinya kebijakan pemerintah untuk perbaikan bangsa ini tidak boleh tunduk pada opini publik,” tegasnya kepada Aktual.com, Minggu (18/6).

Indonesian Pertoleum Association (IPA) sebelumnya mempertanyakan kebijakan politik energi pemerintah yang terkesan ragu-ragu untuk memutuskan penerapan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia.

Padahal, Indonesia sudah mengalami darurat energi. Dengan kapasitas produksi minyak 800 ribu barel oil per day (Bopd) dan konsumsi mencapai 1,6 juta Bopd, maka Indonesia mengalami defisit energi.

“Nuklir kita mestinya jangan alergi, banyak negara-negara maju mengunakan nuklir sebagai sumber energi, apa lagi teknologinya makin lama makin maju maka kita jangan mengharamkan nuklir, pemerintah telah ditakut-takuti, apa yang membuat pemerintah takut?” tanya Chairman Environment and Safety Committee (IPA) Ibrahim Arsyad, Jumat (17/6).

Lebih lanjut, kalau Indonesia punya pembangkit nuklir maka negara akan lebih berdaulat. Selain mampu mendorong produksi industri dan memacu perekonomian, namun juga mampu menghemat devisa karena tidak perlu lagi melakukan impor minyak untuk menutupi defisit.

Kemudian faktor lain juga mendorong perlunya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yakni melihat implementasi pemerintah dalam mendorong penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai berjalan lamban.

“kita sudah masuk darut energi, produksi kian turun sedangkan konsumsi makin meningkat, kita nutupi kekurangan denga impor, seharusnya pakai EBT tapi implementasinya nggak jalan, masalahnya disitu, makanya kita darurat energi dan perlu PLTN,” tandasnya.

 

Laporan: Dadang Sah

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta