Tidak perlu jauh ke belakang, jika membuka data, Indonesia pada 2014 dan 2015 juga kerepotan mengatasi bencana karhutla. Tepat September 2015, “bencana alam terjadwal” kabut asap menimbulkan dampak ekonomi merugikan lebih dari Rp20 triliun.
Saat itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan kerugian akibat kabut asap 2014 –tiga bulan dari Februari sampai April– hanya dari Provinsi Riau Rp20 triliun.
Sedang 2015 kerugian lebih dari Rp20 triliun karena kejadian di beberapa provinsi, yakni Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Bagaimana dengan 2019, terlihat cakupan lebih luas karena untuk Kalimantan hampir semua provinsi “membara” meski ada provinsi yang terdeteksi puluhan hot spot (titik panas) tapi ada hanya beberapa hot spot.
Perhitungan ekonomi tersebut berdasar pada angka produk domestik regional bruto (PDRB) bulanan masing-masing provinsi. Kemudian membandingkan jumlah regulernya dengan pemasukan provinsi pada bulan-bulan terjadi kabut asap.
Artikel ini ditulis oleh: