Jakarta, Aktual.com – Qasidah Al-Burdah disusun oleh seorang pujangga tersohor, Al-Imam Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri (610-695H/1213-1296 M). Al-Imam Al-Bushiri adalah keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir. Dia merupakan murid seorang Sufi Besar, Al-Imam Abu Hasan As-Syadzili dan penerusnya yang bernama Al-Imam Abul Abbas Al-Mursi, generasi awal Tarekat Syadziliyah.

Di bidang ilmu fiqih, Al-Imam Al-Bushiri menganut madzhab Syafi’i yang merupakan madzhab fiqih mayoritas di Mesir. Qasidah Burdah adalah salah satu karya termasyhur dalam khazanah sastra Islam. Isinya sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan.

Hingga kini, Qasidah Burdah yang merupakan salah satu karya monumental dalam bidang Sastra Arab masih sering dilantunkan di sejumlah pesantren salaf dan majelis-majelis sholawat maupun dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad. Banyak juga para Ulama yang memberikan penjelasan (Syarh), baik dari segi tata bahasa, sastra, makna dan sejarah dibalik setiap baitnya hingga keutamaan dan keberkahan dari Qasidah Al-Burdah.

Terdapat salah satu kisah keberkahan Qasidah Al-Burdah, seperti  yang diceritakan oleh Ibn Fadhlillah dalam kitabnya Masalik Al-Abshar, dia diceritakan suatu kisah oleh beberapa orang yang terpercaya:

قال الشيخ محمد الطاهر ابن عاشور:

و من عجائب بركتها: ما حكاه ابن فضل الله في كتابه مسالك الابصار، أنه حكى له غير واحد ممن يثق به: أن رجلا من كتاب مصر كان مغرما بها و مشيعا لمنافعها، و كان له رفيق نصراني، فهزأ به فرمد ابن لذلك الرجل و أتاه به غلام، و النصراني الى جنبه، فقال الرجل للغلام: “اذهب به الى الكحال، و دعه يطببه”، فقال له النصراني: ” لا حاجة يك الى الكحال، أ لم تزعم أن في البردة شفاءه؟”، قال: نعم و الله لا أطبب بغيرها. فوضعها علي عيني الصبي فما مضى له يومان الا و قد زال ذالك الرمد بتمامه، فقال النصراني: “لا ظلمة بعد عيان و أسلم و حسن اسلامه. ه‍

“Ada seorang penulis dari Mesir yang sangat terobsesi dengan Qasidah Burdah, dan meyakini kemanfaatannya. Dia memiliki seorang teman yang beragama Nasrani yang sering menertawakan obsesi dan keyakinan dia akan Qasidah Burdah.

Suatu waktu anak penulis itu terkena musibah, matanya menjadi buta. Datanglah seorang pemuda ke rumah penulis itu dan temannya yang  Nashrani sedang bersamanya: “tolong bawa anak saya ke dokter mata supaya dia mengobatinya”, Pinta penulis itu kepada pemuda.

Orang Nashrani itu menimpali: “kamu tidak perlu membawanya ke dokter mata, bukankah kamu menyangka bahwa Qasidah Burdah dapat memberikan kesembuhan?”. Penulis tersebut menjawab: “iya! Demi Allah, aku tidak akan mengobati anakku kecuali dengan Burdah”.

Singkat cerita, penulis itu meletakkan Qasidah Burdah diatas mata anaknya. Belum lewat dua hari, mata sang anak kembali pulih sebagaimana mestinya. Melihat kejadian itu, teman yang beragama Nashrani itu berkata: “tidak ada keraguan setelah melihat langsung” Dia pun masuk islam, dan beragama dengan baik.

Dalam  Kitab Syifa Al-Qalbi Al-Jarih bi Syarah Burdah Al-Madih hal 95., Syekh Muhammad Thahir bin Asyur menjelaskan:

و في شرح الأنطاكي: أن بعض الشيوخ كان يوصى تلامذته بتلاوته و يقول: إن من أعظم الوسائل الى الله تعالى و انه فاز بها من الرجال من فاز، و إن تلاوتها تؤمن الخائف و تزيل الهموم و تفرج الكروب، و ان المكان الذي تتلى فيه تنزل فيه الرحمة و البركة.

كتاب شفاء القلب الجريح بشرح بردة المديح ص ٩٥

“Dalam Syarah Al-Anthaki: salah seorang Syekh memiliki kebiasaan untuk memberi wasiat murid-muridnya untuk membaca Burdah. Beliau berkata: Burdah salah satu perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah, sudah banyak orang yang beruntung dengan membacanya. Dengan membaca Burdah, orang yang ketakutan akan merasa aman, kegelisahan akan hilang, masalah akan mudah terselesaikan, dan tempat yang dibacakan Burdah akan senantiasa dihujani kasih sayang Tuhan dan keberkahannya.”

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin