Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Dalam PP tersebut juga diatur tentang pemberian THR dan gaji-13 kepada pensiunan PNS, yang lantas Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pembayaran THR dan Gaji ke-13.
Atas kebijakan itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menerbitkan surat edaran (SE) nomor: 903/3387/SJ tertanggal 30 Mei 2018. Intinya, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membebankan kepada daerah masing-masing untuk membayar THR dan gaji ke-13 bagi ASN.
Hal yang lantas mengundang beragam reaksi. Salah satunya datang dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Kolega Presiden Joko Widodo di PDIP ini menegaskan tidak bisa mengikuti kebijakan tersebut lantaran belum dialokasikan dalam APBD 2018.
“Duite sopo sing kanggo bayari THR (uangnya siapa untuk bayar THR)?” keluh Risma.
Wajar saja jika keluhan lantas dikeluhkan lantaran adanya perubahan komponen dalam THR untuk ASN tahun ini. Pada tahun sebelumnya, besaran THR yang harus dibayarkan oleh pemda hanya gaji pokok.
Akibatnya, alokasi THR dan gaji ke-13 tahun ini tercatat memiliki angka yang fantastis jika dibandingkan dengan alokasi serupa pada tahun lalu yang hanya sebesar Rp23 triliun, kali ini kenaikannya mencapai 68,92 persen. Lonjakan ini lantaran adanya penambahan komponen THR pensiun sebesar Rp6,9 triliun dan THR tunjangan kinerja sebesar Rp5,8 triliun.
Pada 2017, THR hanya diberikan kepada aparatur pemerintah sebesar gaji pokok tanpa tunjangan. Sedangkan pensiunan tidak diberikan THR. Sebaliknya tahun ini komponen THR mencakup gaji pokok, tunjangan umum, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja.
Sementara THR yang diterima para pensiun meliputi pensiun pokok, tunjangan keluarga dan tunjangan tambahan penghasilan. Sebab menurut Ketua DPP PKB Lukman Eddy, jika ingin mengambil dana dari APBD maka pemerintah daerah wajib melakukan revisi yang lantas harus dipresentasikan ke DPRD setempat.
“Apa masih ada waktu untuk melakukan revisi? Revisi program di APBD harus melalui mekanisme pembahasan bersama DPRD,” kata dia.
Jika tetap memaksakan mengambil dari APBD, ia mengkhawatirkan hal tersebut akan berdampak hukum bagi si kepala daerah.
“Semua kepala daerah tidak akan berani membayar THR atas perintah Perpres, tanpa dianggarkan oleh APBD dianggap melanggar hukum,” kata dia.
Ancaman Pidana Korupsi bagi Kepala Daerah
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby