Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus Parlinggoman Napitupulu (kanan) bersama Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU Asis Budianto (kiri) mengenakan rompi tahanan saat dihadirkan pada konferensi pers usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk segera membersihkan institusinya dari para jaksa nakal, baik yang ada di pusat maupun daerah. Hal ini menyusul sejumlah jaksa yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Banten dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada 17-18 Desember 2025.

“Penangkapan jaksa-jaksa ini membuktikan peran Kejagung yang belum maksimal membina pegawainya. Kejagung harus segera bersih-bersih para jaksa nakal, jaksa yang suka peras pejabat, dan jaksa yang suka delapan enam kan kasus,” kata Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafi saat dihubungi, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Menurut Uchok, Presiden Prabowo Subianto berulang kali menekankan agar aparat penegak hukum menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Namun, ia pesimistis pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal di kala aparat penegak hukumnya juga bertindak korup.

“Kalau para jaksanya korup bagaimana pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai perintah Pak Prabowo,” katanya.

Lemah Pengawasan Internal

Sebelumnya, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah menyampaikan, sejak 2006 hingga 2025, sebanyak 45 jaksa ditangkap karena terlibat tindak pidana korupsi. Dari jumlah tersebut, 13 orang ditangkap KPK.

Wana pun menilah, rentetan kasus ini mencerminkan persoalan serius yang belum terselesaikan di tubuh Kejaksaan. Menurutnya, berulangnya penangkapan jaksa menandakan lemahnya fungsi pengawasan internal. Padahal, pengawasan merupakan kunci untuk memastikan penegakan hukum berjalan objektif dan berintegritas.

“Adanya jaksa yang ditangkap membuktikan bahwa fungsi pengawasan internal tidak berjalan dengan baik,” ujar Wana dalam keterangan tertulis.

Sorotan ICW juga mengarah pada periode kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. Sejak ia dilantik pada 2019, tercatat tujuh jaksa terseret kasus korupsi. “Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Wana.

Hal sama disampaikan Anggota Komisi Kejaksaan (Komjak) Nurrokhman. Menurutnya, ada persoalana dala fungsi pengawasan di internal Kejagung. Ia menyebut, sejumlah jaksa yang tertangkap tangan tidak bisa dipandang semata sebagai kesalahan individu.

“Kasus tersebut mencerminkan adanya persoalan dalam fungsi pengawasan dan pembinaan di lingkungan kejaksaan dan indikator kegagalan pengawasan melekat (waskat),” kata Nurrokhman dalam keterangannya.

Sehingga, menurut Nurrokhman, pimpinan di satuan kerja para jaksa yang terjerat kasus korupsi itu dianggap bertanggung jawab untuk memastikan integritas dan disiplin anak buahnya tersebut.

Evaluasi Kajari Kota Medan

Terpisah, Wasekjend PB HMI Hasbi Alwi Silalahi mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengevaluasi Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan Fajar Syah Putra.

Hasi menduga ada pola yang sama antara yang terjadi di Kejati Kota Medan dengan OTT KPK di Banten dan Kalsel.

“Kita mendesak Jaksa Agung untuk segera bertindak untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan Fajar Syah Putra, diduga juga menerima sejumlah gratifikasi,” kata dia.

Menurutnya, selama ini Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan tidak bekerja secara profesional. Di mana, sejumlah dugaan korupsi yang terjadi Kota Medan tak tersentuh oleh kejaksaan.

“Kita menduga bahwa Kejari Medan ini sengaja tutup mata, apalagi sejumlah dugaan telah terjadi, tapi Kejari Medan tak juga bertindak,” jelasnya.

Bahkan, kata Hasbi Kajari Medan Fajar Syah Putra hanya pandai menyalurkan hobinya off-road, tidak dalam bertindak sebagai jaksa.

“Itu Kajari Medan taunya hanya off-road saja, kalau disuruh kerja entah apa yang dikerjakannya, malu juga kita melihatnya,” ucap Hasbi.

Karena hal tersebut, dirinya mendesak Jaksa Agung untuk bertindak tegas, mencopot pegawai Adhyaksa yang tidak becus bekerja.

“Kita sangat sayangkan ini terjadi di Kota Medan, semoga Jaksa Agung bertindak tegas, mengingat kejadian yang terjadi di Bekasi dan Kalimantan,” ungkapnya.

Sampai dengan saat ini, kata Hasbi Kejari Medan minim akan tindakan dalam mengupas dugaan korupsi yang terjadi. Padahal, sejumlah media dan lembaga masyarakat sering bersuara, namun diabaikan.

“Susah memang kalau kerjanya hanya bicara tentang hobi, tapi kerja malas. Begitu banyak dugaan korupsi terjadi, tapi ya sudahlah,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi