Jakarta, Aktual.com — Langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membuka peluang perpanjangan kontrak PT Freeport dinilai keliru dalam sistem hukum di Indonesia. Pasalnya, sebagai perusahaan asing, Freeport mempunyai kepentingan agar kontraknya dapat diperpanjang.

Sehingga, upaya Sudirman yang menjanjikan perpanjangan kontrak dengan menyurati Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc, James R Moffett, pada 7 Oktober 2015 lalu berpotensi terjadi pelanggaran atau perbuatan melawan hukum.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah mengisyaratkan akan menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut. “Pokoknya semua hal yang bisa kita dapatkan (dari Sudirman Said-red) kita selidiki,” kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/12).

Bahkan, mantan Kajati Jawa Timur ini tak mengungkiri jajarannya bakal menyelidiki maksud dari menteri ESDM itu mengirim surat kepada petinggi Freeport. Apakah memenuhi unsur pidana atau pelanggaran etika.

“Kita lihat sajalah (surat itu) sejauh mana manfaatnya bagi pembuktian mufakat dan korupsi,” ujarnya.

Sebelumnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai Menteri ESDM Sudirman Said juga melakukan pelanggaran etika dan hukum.

“Saya menduga Sudirman dan Novanto sama-sama melakukan kesalahan fatal,” kata Mahfud dalam diskusi pada Selasa (1/12).

Mahfud menuturkan, kesalahan fatal yang dilakukan Sudirman Said selaku Menteri ESDM adalah merespon surat PT Freeport, yang isinya akan langsung memperpanjang kontrak PT Freeport begitu Undang-undang Mineral dan Batubara direvisi.

“Artinya apa? Itu dia sudah menjamin akan merevisi dan revisinya pasti memperpanjang. Ini kan langsung menjamin. Selain melanggar hukum, juga melanggar etika pemerintahan,” ujar dia.

Sekedar informasi, Menteri ESDM Sudirman Said telah mengirimkan surat balasan atas permohonan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia pada 7 Oktober 2015 kepada Chairman of the Board Freeport McMoRan Inc, Sdr James R Moffett.

Dalam surat itu Sudirman memberi ‘lampu hijau’ terhadap kelanjutan Kontrak Karya PT Freeport di bumi Papua. Bahkan, dalam suratnya Sudirman menjanjikan hal-hal yang menjadi kewenangan presiden dan DPR seperti perubahan undang-undang (UU) tanpa koordinasi dengan presiden atau menteri koordinator yang membawahinya.

Padahal, dalam hal ini Presiden dengan tegas menyatakan tidak akan membahas perpanjangan kontrak perusahaan milik Amerika itu sebelum waktunya, yaitu dua tahun sebelum masa kontrak berakhir.

Sebagaimana tertulis dalam surat, pada poin satu (1) tertulis; “Sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada dasarnya PT Freeport Indonesia dapat terus melanjutkan kegiatan operasinya sesuai dengan Kontrak Karya hingga 30 Desember 2021,” tulis Sudirman dalam surat itu.

Surat Sudirman Said ini sempat menjadi perdebatan di parlemen. Fraksi-fraksi di DPR menolak keras perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Sebab, sesuai peraturan perundang-undangan, pembicaraan ini baru bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir pada 2021, yakni tahun 2019 mendatang.

Namun, Menteri ESDM telah memulai prosesnya tahun ini. Berdasarkan poin keempat surat tersebut disampaikan bahwa persetujuan perpanjangan kontrak Freeport Indonesia akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara diimplementasikan.

Selain itu, masih dalam poin keempat, Sudirman menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia. Namun, penyesuaian peraturan diperlukan untuk itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu