Pemilu 2019 adalah Pemilu serentak. Di dalam Pemilu yang menyatukan pemilihan anggota leslatif (pileg) dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (pilpres), pemilih cenderung memberikan perhatian lebih pada pertarungan pilpres yang menentukan pucuk pimpinan eksekutif nasional, ketimbang pileg.
Sehingga, lanjut dia, dalam praktik memilih, masyarakat sebagai pemilik suara memiliki kecenderungan untuk mencoblos partai politik yang mengusung capres-cawapres pilihan mereka. Lebih spesifik lagi, parpol yang kadernya menjadi capres atau cawapres-lah yang akan cenderung dicoblos oleh pemilih.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika dalam pembentukan koalisi parpol sekarang ini setiap partai politik berusaha keras memasukkan kadernya sebagai capres atau cawapres. Sebab, dengan menempatkan tokohnya sebagai capres atau cawapres, parpol berharap dapat memetik manfaat elektoral dari perilaku pemilih yang demikian, untuk memperbanyak perolehan suara pileg dan kursi di legislatif.
Jika parpol hanya menjadi pengusung dan tidak mendapatkan jatah capres atau cawapres, maka tentu saja mereka akan kehilangan kesempatan untuk lebih banyak meraup suara pileg dan mendudukan wakil-wakilnya di lembaga DPR dan DPRD.
Nah, dalam konteks itulah pengusulan Prabowo sebagai capres oleh Partai Gerindra menemukan argumentasinya. Jika Prabowo hanya menjadi ‘king maker’ dan menyerahkan posisi capres kepada tokoh dari parpol lain atau tokoh dari non parpol, maka Gerindra jelas akan sangat merugi. ‘presidential effect’ yang saya jelaskan tadi tidak bisa mereka petik.
“Jadi, pencalonan Prabowo oleh Gerindra menurut saya tidak akan berubah. Adalah tindakan bunuh diri jika Gerindra nekat mengistirahatkan Prabowo,” kata dia.
Kecuali, misalnya, tokoh eksternal yang akan hendak dijadikan sebagai pengganti Prabowo sebagai capres, dipersyaratkan untuk terlebih dahulu menjadi anggota Gerindra. Sebab, di internal Gerindra belum ada tokoh lain yang potensial menjadi capres, selain Prabowo.
Tetapi Gerindra juga perlu berhitung jika ingin menggantikan Prabowo dengan tokoh yang lain. Sebab kalau kalkulasi Gerindra sampai meleset, yang ada nantinya alih-alih bisa menang, prosentase suara Prabowo di pilpres sebelumnya malah bisa menciut.
Peluang Aher, Zulhas dan AHY Dampingi Prabowo