Pada bagian yang lain, jika ingin menang atas Jokowi di pertarungan kedua nanti, dalam menentukan figur cawapresnya Prabowo juga harus betul-betul berhati-hati. Jangan hanya karena berharap PKS, PAN, dan atau Partai Demokrat menjadi teman koalisi, lalu terjebak pada opsi cawapresnya harus dari salah satu parpol itu.
Keinginan parpol calon koalisi Gerindra untuk menempatkan kadernya sebagai pendamping Prabowo memang sangat beralasan karena adanya faktor ‘presidential effect’ yang saya sebutkan diatas, tetapi parpol-parpol itu menurut saya juga perlu melihat target yang lebih besar dari pembentukan koalisi. Koalisi itu mau mereka bentuk hanya sekedar untuk “ikut” pilpres atau mau “menang” pilpres?
Kalau sekedar mau ikut pilpres, maka nama Ahmad Heryawan (Aher), Zulfikifli Hasan (Zulhas), dan atau Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebetulnya bisa dengan mudah diputuskan lewat cara undian, misalnya. Sohibul Iman, Zulhas, dan SBY cukup ‘gambreng’ bertiga, selesai urusan.
“Tetapi kalau target koalisi ingin menang, maka masing-masing parpol menurut saya perlu jujur dalam menakar kans dari masing-masing jagoannya,” ujar dia.
“Saya sendiri menilai kalau Aher yang dipilih Prabowo, saya ragu pasangan itu nantinya bisa meraih suara yang signifikan. Tetapi saya tidak meragukan ketokohan Aher. Dia sosok cerdas yang punya segudang prestasi,” kata dia menambahkan
Tetapi perlu dingat, Pilpres itu lingkupnya nasional. Aher belum cukup dikenal oleh masyarakat di pelosok negeri. Namanya besar dalam cakupan yang terbatas. Di DKI Jakarta dan Jawa Barat, misalnya, nama Aher sangat tersohor.
Etinisitas Aher yang berasal dari Suku Sunda juga menjadi alasan lain dari keraguan saya. Sebab, suka-tidak suka, mau-tidak mau, harus dipahami bahwa latar belakang suku seorang kandidat seringkali menjadi preferensi pemilih dan dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih.
Populasi pemilih dari Suku Sunda diluar Pulau Jawa, tidak sebesar orang Jawa, misalnya. Sebaran pemilih yang terbatas itulah yang berpotensi mempersempit perluasan jangkauan suara pasangan Prabowo- Aher diluar Pulau Jawa.
Seandainya saja Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah pemilih terbanyak di Indonesia berada di luar Pulau Jawa, maka dengan segala prestasi yang dimilikinya, dia pun berani mengatakan: Aher pantas dinomorsatukan. Bahkan tidak mustahil dia menjadi rebutan. Kalau cuma sekelas TGB saja sih, lewatlah.
Adapun peluang Zulhas untuk mendamping Prabowo tampaknya masih dibawah dari Aher dan AHY. Hal itu boleh jadi ada kaitannya dengan telah diberikannya posisi cawapres kepada Hatta Rajasa yang berasal PAN saat mendampingi Prabowo di pilpres 2014.
Jadi mungkin ada semacam kesepakatan atau fatsun yang terbangun diantara Gerindra, PKS, dan PAN untuk tidak memberikan lagi posisi cawapres kepada kader PAN kembali karena ada semacam skema pergiliran.
Selain daripada itu, saya melihat PAN sendiri seperti ‘ogah-ogahan’ atau tidak terlalu serius untuk mengusung Zulhas sebagai cawapres Prabowo. Hal itu bisa dilihat dari inkonsistensi PAN dalam menyorongkan nama figur capres atau cawapresnya.
Satu hari partai berlambang matahari terbit itu menyebut nama Zulhas, kapan waktu yang muncul nama Amien Rais. Bahkan dari mulut Zulhas sendiri justru terlontar nama Anies Baswedan.
Untuk AHY, jika Prabowo sudah tidak mampu lagi membendung permintaan posisi cawapres dari teman koalisinya, maka didalam keterpaksaannya itu Prabowo dapat saja mengandalkan tokoh baru dari Partai Demokrat tersebut.
AHY bisa diandalkan Prabowo untuk mengambil suara dari pemilih pemula yang cenderung menyukai figur muda yang relatif segenerasi dengan mereka. Jumlah pemilih pemula di Pilpres nanti kan jumlahnya cukup lumayan.
Walaupun sama-sama berlatar belakang militer, tetapi jika koalisi sepakat mengusung Prabowo-AHY, maka di dalam kampanye nantinya dapat saja sosok AHY tidak ditonjolkan sebagai seorang mantan tentara, tetapi lebih dicitrakan sebagai tokoh muda yang punya kemampuan memimpin bangsa.
Pamor SBY yang masih melekat di benak masyarakat dapat menjadi penambah stamina bagi koalisi Prabowo-AHY. Di pilpres 2014 lalu kan SBY masih mengambil sikap netral. Walaupun sebagian besar pengurus Demokrat mendukung Prabowo, tetapi jika dulu SBY ikut turun tangan, maka hasil pilpres mungkin saja berbeda.
Jadi kalau parpol koalisi jadi membungkus Prabowo-AHY sebagai cawapres-cawapres yang akan bertempur melawan petahana, maka keikutsertaan SBY untuk mengkampanyekan pasangan itu nantinya dapat menjadi bonus esktra.
Peluang Tokoh Lain Sebagai Cawapres Prabowo