Warga mengambil air di galian lubang yang mereka buat pada aliran Sungai Cipamingkis yang mengering akibat musim kemarau panjang di kawasan Cibarusah, Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (29/8). Akibat kemarau panjang, warga sekitar harus rela mengambil air di Sungai Cipamingkis setiap pagi dan sore hari. Kekeringan yang melanda Jonggol sejak lebih dari satu bulan yang lalu ini mulai membuat kesal warga Jonggol, karena bantuan air bersih yang dijanjikan pemda setempat tidak rutin. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Banyumas, Aktual.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Jawa Tengah, menyatakan bahwa bencana kekeringan yang melanda kabupaten itu semakin meluas.

“Hingga saat ini, kekeringan telah melanda 48 desa di 17 kecamatan. Padahal, tahun lalu hanya 14 desa,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Banyumas Prasetyo Budi Widodo di Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Senin.

Bahkan, kata dia, Desa Keniten yang berada di kaki Gunung Slamet baru kali ini mengalami kekeringan.

Ia menduga kekeringan yang melanda Desa Keniten merupakan dampak dari kemarau panjang.

“Informasi yang saya serap dari masyarakat sebenarnya air itu ada, cuma jaringannya saja dan debitnya menurun sehingga dampak musim kemarau ini dirasakan oleh warga Keniten yang tahun-tahun sebelumnya belum pernah, baru tahun ini mereka merasakan (kekeringan),” katanya.

Disinggung mengenai kemungkinan adanya penggalian tanah sehingga berdampak pada berkuranganya sumber air mengingat Keniten merupakan daerah penyangga air, Prasetyo mengatakan bahwa tidak ada penggalian di sekitar daerah itu sehingga kekeringan yang terjadi benar-benar dampak dari kemarau panjang.

Sementara itu, Camat Kedungbanteng Purjito mengakui bahwa Keniten merupakan salah satu daerah penyangga air karena Kecamatan Kedungbanteng selama ini dikenal sebagai sentra ikan gurami.

“Sebenarnya di sini tidak terlalu rawan kekeringan. Baru kali ini Keniten dilanda krisis air bersih,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: