Jakarta, Aktual.com – Kementerian Perdagangan menyebut ada 10 besar negara sering menuduh Indonesia melakukan trade remedies atau instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat, di antaranya bea masuk antidumping (BMAD), bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.

“Negara tersebut yaitu India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 37 kasus, Australia 28 kasus, Turki 23 kasus, Malaysia 19 kasus, Filipina 15 kasus, Afrika selatan 14 kasus, Brazil 11 kasus, dan lainnya 90 kasus,” kata Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina dalam webinar ‘Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan’ di Jakarta, Senin (8/6).

Adapun Srie menyampaikan bahwa produk ekspor Indonesia yang rentan mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja 63 kasus, tekstil 55 kasus, produk kimia 50 kasus, produk mineral 37 kasus, dan produk kayu 52 kasus.

Menurut Srie, dari 212 jumlah inisiasi penyelidikan anti dumping, sebanyak 140 kasus atau sekitar 66 persen dari inisiasi berakhir pada pengenaan BMAD. Artinya, tuduhan anti dumping tersebut yang berhasil dipaparkan di tengah jalan dalam proses penyelidikannya adalah 34 persen.

Sementara itu, negara-negara di dunia yang sering menjadi target pengenaan BMAD yaitu China mencapai 1.008 kasus, Korea 283 kasus, Taipe 210 kasus, Amerika Serikat 189 kasus, Jepang 164 kasus, Thailand 161 kasus, India 144 kasus, dan Indonesia 140 kasus.

“Melihat ini kita mengambil sisi positifnya, karena Indonesia juga dipandang sebagai kekuatan setara dengan negara-negara industri dunia tersebut, karena Indonesia sendiri menduduki peringkat ke delapan,” kata Srie.

Sedangkan, untuk tuduhan anti subsidi, Indonesia menduduki peringkat ke empat sebagai negara yang paling sering menjadi objek tuduhan anti subsidi, dan negara ke tujuh terbesar dunia yang paling sering digunakan BMI setelah China, India, Korea, Uni Eropa, Brazil, dan Italia.