Jakarta, Aktual.com – Kepala Bank BTN Cabang Palu Tri Indarto dan Kepala Bank Sulteng Cabang Parigi Darsyaf Agus Slamat menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi Perusda Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah dengan terdakwa Sugendi Samudin.

Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Djamaludin Ismail dan Jult Lumban Gaol serta Darmansyah sebagai hakim anggota di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri(PN) Palu, Senin (23/1), terungkap harga pembangunan rumah BTN PNS dibiayai bank sebesar Rp44 juta per unit.

Kepala Bank BTN Cabang Palu Tri Indarto menjelaskan, proposal diajukan Perusda pada waktu itu senilai Rp2 miliar tapi yang diberikan hanya Rp800 juta. Bahkan, dalam realisasinya hanya Rp650 juta untuk pembangunan perumahan dengan jaminan sertifikat hak guna bangunan (HGB).

“Pembiayaan tiap unit rumah sekitar Rp44 juta, dicairkan secara bertahap berdasarkan perkembangan pekerjaan,” jelasnya.

Kepala Bank Sulteng Cabang Parigi Darsyaf Agus Slamat mengatakan pihaknya memberikan kredit sebesar Rp250 juta dengan jangka waktu 9 bulan berdasarkan kontrak. Sementara terdakwa Sugendi Samuddin dalam keteranganya mengatakan pembiayaan usaha-usaha dilakukan oleh Perusda telah melalui rapat direksi .

Disampaikan, bila Pemkab Parigi Moutong pada waktu itu memberikan dana Rp500 juta, pihaknya kemungkinan akan bisa menutupi dana penyertaan modal dan hibah yang diberikan, dari hasil penjualan unit perumahan. Karena sistem kredit diberikan bank non revolving.

Lebih lanjut Sugendi menyatakan saat itu Bupati Parimo melakukan pemotongan anggaran. Padahal pihak DPRD telah menyetujuinya. Dirinya juga tidak pernah menerima uang sebesar Rp5 juta yang dijadikan sebagai uang muka untuk kredit perumahan yang dibangun.

“Saya mungkin pernah menandatangani satu atau dua unit uang muka sebesar Rp5 juta, tapi seingat saya tidak sampai 20 unit,” ujarnya.

Sugendi Samuddin didakwa dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp828,66 juta di Perusda Parimo tahun 2006 hingga 2011. Kasus berawal pada 2006, dimana Perusda menerima dana penyertaan modal dan hibah sebesar Rp2,84 miliar dan dikelola terdakwa serta digunakan tanpa melalui rapat direksi.

Dari total anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Rp119,02 juta dan Rp91,38 juta dari bantuan hibah Rp350 juta. Terdakwa dalam pengelolaan keuangan tidak melaksanakan pencatatan atas peneriman dan pengeluaran perusahaan, maupun hasil penjualan 20 unit perumahan, justru melakukan penarikan cek sebesar Rp588,25 juta. (Ant)

Artikel ini ditulis oleh: