Jakarta, Aktual.com — Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso mengusulkan penambahan kewenangan penangkapan dan penahanan pelaku terorisme untuk lembagannya.

“Jika ingin penanganan terorisme di Indonesia lebih memberikan rasa aman, perlu perbaikan di dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Dimana BIN diberikan kewenangan yang lebih yaitu penangkapan dan penahanan. Tentu kita tetap menyeimbangkan antara HAM dan lainnya,” ujar Sutiyoso saat konferensi pers di kantor BIN, Pejaten, Jakarta, Jumat (15/1).

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menilai Undang-Undang Intelijen saat ini kurang memberikan ruang bagi BIN untuk melakukan pencegahan aksi teror. Ia mengklaim pada aksi teror di Jalan MH Thamrin kemarin BIN telah mendapatkan informasi yang diteruskan kepada lembaga anti teror.
“Kami mendapat info. Di mana, kapan waktunya kita tidak pernah tahu. Buktinya Natal dan Tahun Baru aman-aman saja. Aksi teroris tidak pernah mengenal ruang, waktu serta sasaran,” kata mantan Ketua Umum PKPI ini.

Jenis serangan teror yang demikian, kata Bang Yos, tidak hanya terjadi di Indonesia. Melainkan di sejumlah negara yang belakangan juga mengalami serangan teror bom.

Ia menyebutkan serangan teror di Perancis, yang menyasar tempat hiburan, bukannya objek vital negara yang dijaga ketat.

“Yang sering saya katakan Indonesia berpotensi dapat serangan teroris. Khusus jelang Natal dan Tahun Baru ini kita intens memonitor. Karena ketat penjagaan TNI-Polri sehingga tak jadi. Terakhir ada info tanggal 9 Januari akan ada serangan. Tapi ternyata tanggal 14. Itu sinyal yang saya berikan,” tegas Bang Yos.

Ia menambahkan, BIN telah menjalankan fungsi dan tugasnya dalam upaya mendeteksi serangan teroris tersebut. Wewenang deteksi itu diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Dalam pasal 31 pada UU itu menyebutkan, BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran.

“Tapi dalam pasal 34 wewenang BIN dibatasi. Karena penggalian itu hanya dapat dilakukan tanpa tindak lanjut melakukan penangkapan dan penahanan,” jelasnya.

Ia menambahkan, sering kali informasi yang diberikan BIN tidak ditindaklanjuti oleh Polri. Hal itu disebabkan karena adanya keterbatasan yang dimiliki Polri yang bertugas melakukan penangkapan dan penahanan.

“Contohnya, ada pelatihan teroris yang disampaikan oleh BIN, tidak bisa ditindaklanjuti karena alat bukti kurang memadai,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara