Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. AKTUAL/ ISTIMEWA

Jakarta, Aktual.com – Kesalahan penggunaan data pangan yang digunakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berbuntut panjang. Dikhawatirkan, buruknya kinerja Mentan ini dapat membuat para petani enggan memberikan suaranya kepada pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

“Kinerja Mentan ini dapat membuat suara petani akan berkurang ke Jokowi. Karena petani gagal paham dengan kebijakan pertanian yang dibuat oleh Mentan di bawah kepemimpinan Jokowi ini. Mereka tidak akan percaya lagi,” kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, di Jakarta, Kamis (1/11).

Untuk informasi, Berdasarkan data sensus petani yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah petani mencapai angka 26 juta orang. Hilangnya kepercayaan para petani terhadap pemerintah bukan tanpa sebab. Selama ini, kata Pangi, Mentri Amran tak serius mengurusi masalah pangan di Indonesia.

“Memang tidak hanya Mentan sekarang yang tidak memperhatikan petani. Tapi kinerja Mentan ini lebih buruk dari sebelum-sebelumnya. Dia seperti penganiaya rakyat, terutama sektor pertanian,” katanya.

Menurutnya, kesalahan terbesar Menteri Amran yakni menggunakan data pangan yang tak valid. Kesalahan ini berdampak signifikan terhadap kehidupan petani. Menteri Amran sempat mengaku Indonesia memiliki surplus beras dan mengekspor jagung. Faktanya, selama ini, Indonesia masih melakukan impor.

“Makanya, ini serba dilema. Di mana letak kita surplusnya,” lanjutnya. Peliknya kondisi pertanian ini, tegas Pangi, seakan membuat, Indonesia tak membutuhkan lagi sosok Mentan. Sebab, selama ini, para petani mengurusi lahannya untuk bercocok tanam tanpa campur tangan pemerintah.

“Jangan-jangan kita nggak perlu lagi Mentan. Karena rakyat bisa mengurus sendiri pertaniannya. Dengan adanya Kementan, itu seperti menganiaya masyarakat. Karena tidak mengurus masyarakat,” tambahnya.

Atas dasar itu, Pangi meminta, Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Mentri Amran. Bisa saja, dari evaluasi itu Presiden mencopot Mentri Amran dari jabatannya.

“Memang, copot mencopot itu urusan presiden. Kalau dia (Jokowi-red), tidak tegas tidak akan dipecat. Kalau Jokowi tegas maka evalyasi Mentan dan pecat,” tegasnya.

Sementara itu menanggapi tidak akuratnya data pangan Kementerian Pertanian, Pengamat Politik Siti Zuhro berpendapat hal itu bisa berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019.

“Data itu kan harusnya akurat, publik sekarang kan tidak begitu saja menerima informasi dari pemerintah, mereka akan rekonfirmasi,” ujarnya saat dihubungi Jumat (2/11/2018).

Menurut Siti, data-data pemerintah yang cenderung atau diduga manipulatif pasti akan dipertanyakan. “Kalau data salah tapi tidak diperbaiki (oleh presiden), maka akan muncul perdebatan, ujung-ujungnya akan menurunkan tingkat kepercayaan publik ke pemerintah, dan bisa menimbulkan tidak simpatik, karena dianggap kebohongan,” kata Siti.

Menurutnya, masyarakat saat ini bisa mempertanyakan data-data yang akurat dan detail, yang dimungkinkan melalui Komisi Informasi Publik. “Akses masyarakat untuk data terkait kebijakan dimungkinkan oleh KIP. Jadi tidak ada lagi alasan pemerintah memberikan data yang tidak benar,” tegasnya.

Kebijakan Kementerian Pertanian yang dianggap merugikan petani dan data pangan tidak valid menjadi sebab utama kekecewaan petani terhadap Pemerintahan Jokowi. Karena itu Presiden diharapkan segera mengevaluasi kinerja Menteri Pertanian.

Kekecewaan salah satunya diungkapkan petani asal Madiun Edi. Dia menyebut bahwa selama ini kinerja Kementan tidak konsisten dengan sejumlah programnya yang berubah-ubah, salah satunya bantuan terhadap fasilitas produksi petani yang sudah dianggarkan, kemudian dihilangkan.

“Termasuk data yang tidak sama antara hasil laporan dengan yang disampaikan, sehingga masyarakat ini merasa dirugikan dengan kebijakan Menteri (Pertanian),” ungkap Edi.

Dia mencontohkan, secara sporadis Menteri Pertanian menyatakan beras cukup, namun belakangan diketahui tidak cukup. Kemudian di saat panen raya, impor dilakukan, yang pada akhirnya petani tidak ada posisi tawar. Hal semacam ini menurutnya sangat berefek pada petani. Karena itu Edi menilai seharusnya Presiden mengevaluasi kinerja kementan.

“Seharusnya seluruh kementerian yang teknis dan lebih pada posisi strategis , harusnya Jokowi evaluasi, dan tidak ditunggangi oleh kepentingan partai pendukung. Harus ditanam Menteri dari kalangan professional,” ucap dia.

Dia juga menyebut jika Jokowi tak mendengar usulan petani, maka hal ini akan menuai biaya politik yang mahal. Menurutnya petani tidak akan lagi berpihak pada Jokowi karena merasa kecewa, lantaran dirugikan.

“Jadi secara otomatis dia akan membayar mahal, kalau tidak mengevaluasi dan mengganti  posisi strategis itu dengan orang-orang yang profesiopnal yang mentgerti betul situasi bangsa,” tutur Edi.

Menurutnya janji-janji yang ingkar dari Jokowi dan paling berbahaya adalah tidak dapat swasembada pangan. Contoh yang paling nyata adalah beras dan gula, yang membuat petani selalu dirugikan, lantaran di saat mereka panen maka impor komoditi sejenis di datangkan.

“Lebih parah lagi tebu sebagai bahan baku gula ini kurang namun jual gulanya sangat kesulitan artinya pemerintahan Jokowi hobi impor untuk mendapatkan fee rente impor dari komoditi strategis pangan,” ucap Edi.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta