Reuni 212 yang digelar Minggu (2/12) kemarin, di Monas, Jakarta Pusat tidak dapat terlepas dari suasana pemilihan umum (Pemilu) serentak yang akan digelar 2019 nanti. Lantaran, acara yang di gelar bertepatan dengan tahun politik dan masih dalam masa kampanye, baik pemilihan legislatif maupun presiden dan wakil presiden.
Tidak hanya itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pun sempat menyarankan supaya Presiden Jokowi yang juga menyalonkan kembali di Pilpres 2019 untuk hadir dalam acara tersebut.
Menurut dia, jika Jokowi hadir dalam acara itu tidak akan menimbulkan kerugian apapun. Bahkan, kehadirannya nanti dapat menepis asumsi bahwa acara tersebut hanya untuk Capres-Cawapres no urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Dapet keuntungan, dia pasti dapet keuntungan. Karena artinya, dia menolak asumsi bahwa acara itu untuk satu di antara calon. Saya tidak percaya dia enggak akan dikasih waktu bicara ya kalau dia datang,” kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, (30/11/2018).
“Bicara apa adanya. Begitu cara kita hadapi massa. Begitu cara kita hadapi bangsa. Karena bangsa ini terlalu besar,” tambahnya.
Tidak hanya itu, politikus PKS ini juga mengatakan agar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tidak perlu khawatir dengan reuni akbar 212.
“Orang Indonesia ini baik-baik lah, enggak ada cerita orang indonesia itu jahat kepada pemimpinnya. Udah dibuktikan berkali-kali,” sergahnya.
Namun dalam keterangan berbeda, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma’arif justru meminta agar Presiden Jokowi untuk tidak datang pada acara reuni 212 tersebut. Meski pada awalnya, panita acara dalam rapat akan mengundang yang bersangkutan untuk hadir.
Akan tetapi, dalam perjalannya, Maarif dinilai kurang respek terhadap gerakan yang diinisiasi ulama dan umat Islam ini.
“Pertimbangan lainnya, khawatir jika mengundang Presiden Jokowi akan terganggu dengan banyaknya protokoler,” ujarnya.
Bahkan, Maarif menyarankan agar Presiden Jokowin untuk tidak hadir dalam acara tersebut. Ia menyebutkan sejumlah pertimbangan yang dinilai justru ketika presiden hadir akan mengganggu kenyamanannya sebagai kepala Negara.
“Kami sarankan tidak hadir, untuk kepentingan beliau. Kami sarankan doakan kami Pak Jokowi mudah-mudahan acaranya sukses, aman dan tetap dalam koridor kebersihan,” tuturnya.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa tidak mempersoalkan keputusan panitia reuni 212 yang batal mengundang Presiden Joko Widodo. Hasto mengatakan, Jokowi tetap melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya.
“Beliau tetap melakukan tugas-tugas sebagai presiden, bekerja keras. Hari Sabtu-Minggu pun dipakai untuk jalankan tugas-tugas kenegaraan. Jadi terkait agenda Pak Jokowi, beliau sebagai presiden memiliki agenda yang sangat padat. Tetapi segala proses, Pak Jokowi itu untuk rakyat,” kata Hasto kepada wartawan di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).
Hasto juga mengatakan, reuni 212 seharusnya membawa kegembiraan. Namun, dia memastikan kegiatan seperti reuni 212 boleh diselenggarakan dan dijamin oleh konstitusi.
“Tapi prinsipnya konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul apalagi kaitan dengan ibadah ya,” sebut dia.
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Mahfud MD berpendapat jika acara reuni 212 yang digelar lebih kental nuansa politis dibandingkan dengan semangat keagamaannya. Ia bahkan menilai, ajang reuni tidak memiliki substansi agama yang kuat.
“Ya memang politis, memang lebih politis ini. Bukan semangat keagamaan, bukan memperjuangkan nilai-nilai keagamaan,” kata Mahfud, sebagaimana dilansir dari detik.com, disela acara Sarasehan Ikatan Alumni Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), di Hotel Grand Dafam Yogyakarta, Sabtu (1/12/2018).
“Mau dikatakan memperjuangkan agama sama-sama, (tapi) nggak ada yang spesifik,” sambung Mahfud.
Mahfud pun menyinggung Reuni 212 merupakan bagian dari kontestasi politik.
“Apakah Pak Prabowo dengan 212-nya, atau yang bukan, Pak Jokowi. Sebenarnya umumlah, kontestasi politik umum. Oleh sebab itu ya biarin saja, nanti kan forum-forum kayak gitu Pak Jokowi juga bisa buat,”terangnya santai.
Kendati demikian, lanjut Mahfud, ajang Reuni 212 sah-sah saja digelar. Negara menurutnya wajib menjamin keberlangsungan acara tersebut.
“Sah-sah saja mereka berkumpul, secara hukum secara konstitusi tidak ada masalah. Yang penting (Reuni 212) tidak ada korban, tidak ada kekerasan, ya biarin aja,” pungkasnya.
Momentum atau Jebakan?
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang