Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir (kanan) didampingi pengacaranya Kapitra Ampera (kiri) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/2). Bachtiar Nasir diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Yayasan Keadilan untuk Semua. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/17.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir kembali menjalani pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri atas perkara dugaan pencucian (TPPU), Kamis (16/2).

Ia diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan dana Aksi 411 dan Aksi 212 yang dihimpun GNPF-MUI melalui Yayasan Keadilan untuk Semua.

Kapitra Ampera, pengacara yang mendampingi Bachtiar Nasir saat datang ke Bareskrim Polri membantah kliennya yang menyuruh tersangka Islahudin untuk mencairkan dana yayasan dan mengalihkannya.

“Mana ada mengalihkan?” kata Kapitra di kantor sementara Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (16/2).

Kapitra membantah adanya pengalihan dana. Pihak GNPF MUI hanya menarik dana dari rekening yayasan tersebut yang merupakan donasi dari masyarakat untuk Aksi 411 dan Aksi 212. GNPF MUI hanya menumpang ke rekening yayasan tersebut untuk menampung donasi dari masyarakat.

“Kami ambil, kami gunakan untuk kegiatan keagamaan. Gitu loh, ambil uang sendiri,” ucap Kapitra.

Menurut dia, kliennya juga tidak memiliki hubungan apa pun terhadap tersangka. Kliennya hanya sebatas mengenal Islahudin sebagai pegawai bank yang mengurusi penarikan dana yayasan.

“Oh enggak ada itu, dia orang bank. Ini kan (dianggap) melalaikan, kelalaian itu personal, personal betul sifatnya. Tidak melibatkan orang lain,” tambah Kapitra.

Bareskrim Polri telah menetapkan Islahudin sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Perbankan, terkait donasi Aksi 411 dan Aksi 212. Islahudin merupakan manajer di salah satu bank BUMN. Atas perbuatannya ia jerat pasal 2 Undang-Undang Perbankan (UU 10 tahun 1998).

“Hanya Islahudin, ya. Karena ketidakhati-hatian,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa 14 Februari 2017.

(Fadlan Syam Butho)

Artikel ini ditulis oleh: