Jakarta, Aktual.com – Allah SWT mengutus para wali dalam jumlah yang sama dengan jumlah keseluruhan para Nabi dan Rasul (mencakup mereka yang wajib diketahui maupun tidak) yaitu 124 ribu.
Masing-masing dari para wali mewarisi karakter spiritual dari para Nabi dan Rasul, diantara para wali-wali Allah SWT ada yang mewarisi karakternya Nabi Musa AS, ada juga yang mewarisi spiritnya Nabi Nuh AS, Hud AS, Sholeh AS dan nabi-nabi yang lainnya.
Spiritnya para Nabi dan Rasul senantiasa hadir dan tersebar di muka bumi ini dan semua spirit tersebut bersumber dari spirit Nabi Muhammad SAW karena maqom wilayah (kewalian) dan nubuwah (kenabian) terkumpul dalam spiritnya baginda Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Quthb Al Aqthob atau wali Quthub adalah yang mewarisi spirit Nabi SAW dan keberadaannya tetap tersembunyi.
Terkadang kamu bisa mengetahui kewalian seseorang dari perjalanan kehidupannya, pandangan serta pendapatnya, suluknya atau karena doanya yang mustajab, dan atau karena engkau merasa tergugah untuk berdzikir kepada Allah SWT disaat melihat sosoknya.
Tanpa berbicara seorang waliyullah dengan hal/sikapnya saja akan membuatmu merasa ingin bertaubat kepada Allah, termotivasi untuk menata diri dan beretika sebaik mungkin padahal dia tidak menyuruh maupun melarangmu akan sesuatu.
عنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ الأَنْصَارِيَّةِ . قالت: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟ قَالُوا: بَلَى , قال : فَخِيَارُكُمُ الَّذِينَ إِذَا رُؤُوا ذُكِرَ الله تَعَالَى.
أخرجه أحمد 6/ 459 و\”البُخَارِي\” في (الأدب المفرد) (323
Dari Asma Binti Yazid Al Anshari RA ia berkata : bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tidakkah kamu ingin kuberitahukan tentang orang-orang pilihan (para wali Allah SWT) diantara kalian?” Para sahabat menjawab “Tentu (kami ingin mengetahuinya)”, lalu beliau SAW berkata “Mereka adalah orang-orang yang apabila dipandang, maka nama Allah berkumandang (dalam jiwa)”. (HR Bukhari dalam Adab Mufrad/323 dan Ahmad dalam Al Musnad:6/59)
Supaya Allah SWT membukakan hijab dan memperlihatkanmu kepada wali-wali-Nya, maka bersihkanlah jiwamu dari hawa nafsu dan ego yang melekat di hatimu karena yang menjadi penghalang untuk mengenali wali-wali Allah SWT adalah hawa nafsu.
Itu sebabnya mengapa kebanyakan orang yang diperlihatkan kepada para wali adalah mereka dari kalangan orang-orang sederhana yang memiliki kerendahan hati sementara kebanyakan orang memiliki jabatan dan harta melimpah rata-rata dibutakan pandangannya dari keberadaan wali-wali Allah SWT.
Para wali yang berperan sebagai Al Qaim bi Hujjatillah (pengusung hujjah, pembimbing ke jalan makrifat kepada Allah SWT) akan selalu ada pada setiap masa bahkan di setiap daerah dengan tipikal karakter para Nabi dan Rasul yang berbeda-beda. Lalu bagaimana solusinya agar kita selamat dan dapat mengenali wali-wali Allah ?
Pertama, jangan sekali-kali engkau menyakiti seorangpun dari kalangan wali-wali Allah! Kita harus bersikap hormat kepada setiap muslim, tidak boleh menyakiti seorang muslim pun, karena boleh jadi orang tersebut adalah wali Allah SWT. Dengan cara demikian kita akan selamat dari ancaman Allah SWT dalam hadist qudsi yang sahih Dia berfirman:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya…” (HR: Bukhari)
Kedua, jangan sekali-kali menganggap dirimu suci dan merasa lebih baik dari muslim yang lain, sesuai dengan firman Allah SWT :
فَلا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah (Allah) yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS:An-Najm/53 ayat 32).
Apabila dua perkara diatas engkau dapat mengamalkannya, niscaya engkau dapat melihat dan mengenali wali Allah SWT secara langsung tanpa hijab/penghalang.
Dan perlu di ingat bahwa umumnya yang menjadi hijab bagi manusia adalah hawa nafsu dan egonya sendiri, oleh sebab itu tatkala Syeik Abu Yazid Al Busthomi berkhalwat dan munajat kepada Allah, ia berucap :
يَارَبِّ كَيْفَ آتِيْكَ؟
“Ya Allah, Bagaimana caranya agar aku dapat sampai kepada-Mu?”. Tiba-tiba beliau mendengar nasihat yang bersuara di hatinya (ilham) :
اُتْرُكْ نَفْسَكَ تَجِدْنِيْ
“Tanggalkanlah nafsumu, niscaya engkau sampai kepada-Ku”
Dari pemaparan diatas, jelas sekali bahwa nafsu seseorang merupakan hijab/penghalang bagi dirinya sendiri untuk dapat menuju Allah SWT bahkan untuk sekedar mengenali wali-wali–Nya yang samar. Karenanya saya ungkapkan:
سُبْحَانَ الَّذِيْ جَعَلَ الْوُصُوْلَ اِلَيْهَ هُوَ عَيْنُ الْوُصُوْلِ اِلَى وَلِيِّهِ وَحِجَابَهُ عَيْنَ حِجَابِ وَلِيِّهِ
Maha Suci Allah Yang telah Menjadikan wushul kepada-Nya sebagai wushul kepada wali-Nya, sebagaimana telah menjadikan hijab bagi-Nya berupa hijab untuk wali-Nya. (Deden Sajidin)
Artikel ini ditulis oleh: