Jakarta, Aktual.com — Ketahuilah bahwa ada sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW memperlakukan (memuliakan) para budak dan pembantunya dengan, manusiawi dan adil. Beliau bersabda, “Berikanlah upah pekerja (orang upahan) sebelum kering keringatnya.”(HR. Ibnu Majah).
Rasulullah SAW, bahkan tidak pernah mengucapkan kata-kata yang menyakiti hati mereka, hal ini dikarenakan Rasulullah SAW pernah melewati fase kehidupannya sebagai seorang pembantu. Di usia 10 tahun, Nabi Muhammad SAW ada dalam pengasuhan pamannya, Abu Thalib yang miskin sehingga tak mampu menanggung beban keluarganya. Pada saat itu Rasulullah SAW terpaksa mencari pekerjaan sebagai buruh.
Nabi Muhammad kala itu pun menjadi penggembala ternak milik orang lain, di daerah gurun Mekah yang amat sangat panas. Ia makan dari tetumbuhan liar yang terdapat di gurun dan meminum susu dari kambing atau domba yang di gembalakannya.
Dengan bertelanjang kaki dan mengenakan pakaian yang tak cukup untuk sekedar menutupi tubuhnya, ia habiskan waktu seharian di gurun pasir. Masa kecil Rasulullah SAW yang dialaminya dan merasakan peran yang optimal dari PRT yang bekerja di rumahnya.
Barakah, seorang gadis yang berasal dari suku Habsyah yang bertugas membantu Aminah Ibunda Rasulullah SAW dalam mengasuh dan menjaganya.
Penelitian Kets de Vries menyimpulkan bahwa masa kecil seseorang mempengaruhi karakter seeorang. Hal ini terlihat saat Rasulullah SAW menjadi pembantu saudagar kaya, Khadijah. Rasul dikenal sangat amanah dan pekerja keras. Bahkan Rasulullah SAW pernah memiliki pembantu, seorang anak muda yang beragama Yahudi yang melayani sepenuh hati, membawakan makan dan minum Rasul, dan segala keperluannya.
Dalam hubungan itu, Rasulullah SAW tak pernah memaksanya agar memeluk Islam. Istri Rasul, Aisyah ra, misalnya, yang memiliki pembantu yang bernama Barirah yang diperlakukan Nabi bersama istrinya dengan lemah lembut.
Dan, Rasulullah SAW pun melarang memperlakukan PRT tidak secara manusiawi, menganiaya, menyakiti, dan mendeskriminasi. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Dari Al-Marur bin Suwaid berkata,”Aku pernah melihat Abu Dzar Al-Ghifary ra. sedang mengenakan sepotong baju jubah, juga budaknya yang mengenakan baju serupa. Kemudian aku menanyakan hal itu kepadanya.”
Jawabnya, “Aku pernah mencaci maki seseorang, lalu orang itu mengadukanku kepada Rasulullah SAW dan bersabda, Apakah kamu menghinanya karena ibunya. Sesungguhnya kamu adalah seseorang yang pada dirimu terdapat jiwa jahiliyah.”(HR. Bukhari Muslim).
“Hadis ini menunjukkan bahwa berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap PRT disamakan dengan perilaku jahiliah, yang tidak berprikemanusiaan. Rasulullah SAW melarang tindakan seperti itu, selain oleh Rasulullah SAW teladan itu diperlihatkan, teladan itu juga diperlihatkan oleh Umar bin Khattab saat mengadakan perjalanan ke Baitul Maqdis Jerusalem, dari Madinah bersama pembantunya, ia sukarela bergantian menunggang unta dengan pembantunya. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa Islam memberikan tempat yang terhormat bagi orang-orang yang berprofesi sebagai PRT,” urai Ustad Muhamad Ikrom menjelaskan kepada Aktual.com, Senin (21/03), di Jakarta.
Ustad Ikrom menuturkan, bahwa Islam menempatkan hak-hak PRT secara proporsional, dimana hak dan kewajibannya berimbang. Pengakuan hak terhadap PRT itu seperti pengakuannya terhadap profesi-profesi lainnya. Mendapatkan perlakuan yang adil tanpa diskriminasi, memberikan gaji yang layak, mendapatkan pelatihan, dan mendapatkan derajat kehidupan yang layak. Empat hal tersebut adalah hak yang dijamin dan diakui oleh Islam terhadap PRT
“Mungkin ini cukup untuk kita semua, dan sekali lagi saya ingatkan jangan sampai lagi dipahami bahwa pembantu rumah tangga adalah budak atau hamba sahaya. Dan mengenai firman Allah SWT,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Artinya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(Al-Mu’minun : 5).
Artikel ini ditulis oleh: