Aktivis dari Solidaritas untuk Pergerakan Aktivis Indonesia (Suropati) menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor Freeport, Plaza 89 Kuningan, Jakarta, Rabu (26/11). Mereka menuntut agar pemerintah tidak memperpanjang kontrak dengan Freeport. Dimana Freeport yang dipimpin James R. Moffett tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Minerba. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Negara Indonesia masih terlalu besar untuk diremehkan dengan ancaman arbitrasi internasional jika tidak ada kejelasan kontrak renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia.

Demikian disampaikan pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, di Jakarta, Minggu (6/12).

“Kenapa harus takut? tidak seheboh yang ada, tidak mungkin sampai menggoyahkan negara hanya karena perusahaan, kita bangsa yang besar dan tidak bodoh,” kata dia.

“Bisa saja ini isu yang terlalu dibesarkan, dengan ancaman katanya Amerika siap menyerang Indonesia jika kontrak diputus, itu konyol, bukan begitu caranya,” katanya.

Ia menyarankan, salah satu cara paling elegan bagi presiden jika memang beranggapan Freeport merugikan bangsa adalah dengan tidak memperpanjang kontraknya pada 2021, tapi bukan memutus kontrak.

Sebagai, pemimpin negara, presiden bersama pemerintah berhak membuat regulasi tentang perusahaan asing, jadi tidak ada hubungannya secara langsung dengan satu perusahaan.

“Jika tidak memperpanjang kontrak itu kan sah, lain hal kalau memutus kontrak,” katanya.

Ia juga mengatakan, jika Indonesia terkena sanksi pada arbitrase Internasional namun memiliki tambang emas Papua, Indonesia secara hitungan materi tetap akan diuntungkan, karena kandungan mineral tambang emas dan uranium di daerah tersebut masih tersimpan banyak.

Dalam transkrip rekaman, Presiden Direktur PTFI Maroef Sjamsuddin mengancam akan menggugat Indonesia ke badan arbitrase internasional jika pemerintah tidak kunjung memberi kejelasan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

“Pak, itu harus ada yang perlu dihitung sekarang. Waktunya tinggal enam minggu dari sekarang. Dari enam isu yang saya kasih Pak Ketua itu, waktunya tinggal enam minggu dari sekarang. Kalau itu tidak keluar, katakanlah 23 Juli nanti, tanggal 1 Juli tidak ada kepastian, maka kita akan arbitrase internasional,” kata Maroef dalam transkrip percakapan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby