Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) oleh Bareskrim Mabes Polri terhadap dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan praperadilan Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam sidang perdana ini, pihak pemohon membacakan materi gugatan atas penetapan tersangka Ketua DPR itu dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Kuasa hukum Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana menyatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu tidak sah.

Alasannya, lantaran penetapan tersangka terhadap Setya Novanto terkait korupsi KTP elektronik tersebut tidak berdasar hukum. Sebab menurut dia, penetapan kedua ini memiliki kesamaan objek, dan subjek materi perkara.

“Sehingga apa yang dilakukan termohon terhadap diri pemohon adalah tidak sah,” ujar Ketut dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Kamis (7/12).

Lebih lanjut Ketut juga menyebut bahwa Ketua Umum Partai Golkar itu sebelumnya telah memenangkan gugatan praperadilan. Maka seharusnya status tersangka Novanto pun sudah gugur.

Diketahui, KPK kembali menjerat Setya Novanto sebagai tersangka setelah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru, pada 31 Oktober 2017.

Bahkan, Ketut juga mengkritisi terkait dengan tersebarnya SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) kliennya, beredar luas ke publik, beberapa waktu lalu.

“Bahwa sebelum SPDP di terima oleh pemohon ternyata SPDP dari termohon tersebut telah beredar dan tersebar di media cetak dan elektronik,” paparnya.

Sementara itu, KPK kini telah merampungkan berkas penyidikan Setya Novanto dalam perkara korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun ini. Berkas penyidikan Setya Novanto dinyatakan lengkap atau P21, pada Selasa 5 Desember 2017.

Merujuk pada Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, yang menyatakan ‘dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa ‎oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.

Sedangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XIII/2015 menyatakan, permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang perdana pokok perkara terdakwa digelar di pengadilan. ‎

Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: