Jakarta, aktual.com – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari IFSR, MAKSI, dan FOS, menyampaikan berkas tuntutan ke Mahkamah Konstitusi pada pukul 10.00 WIB. Para peserta aksi memberikan tuntutan dengan memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), khususnya Pasal 3, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28B ayat (2).

“Pengajuan ini merupakan bagian dari upaya koalisi masyarakat sipil (IFSR, MAKSI, dan FOS) untuk memastikan bahwa setiap anak di Indonesia memiliki hak yang terjamin, termasuk hak untuk mendapatkan makanan yang bergizi setiap hari. Melalui permohonan pengujian materi terhadap Pasal 3 UU SISDIKNAS. Para pemohon menekankan bahwa hak anak-anak Indonesia untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan, seperti dijamin oleh Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, tidak boleh terabaikan,” ucap Program Manager, Handy Muharam Nataprawira.

Alasan Mengapa Massa Melakukan Tuntutan Aksi

Koalisi masyarakat sipil melakukan aksi dengan dasar bahwa pada Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan tujuan utama yang mencerminkan cita-cita dan misi negara Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut seharusnya menjadi arah kemajuan bangsa dan penting untuk diwujudkan melalui kebijakan dan program pemerintah. Aksi hari ini didorong oleh keinginan koalisi masyarakat sipil untuk memastikan tujuan negara Indonesia tersebut dapat benar-benar terimplementasikan dengan dukungan regulasi dan teknis yang kuat.

Keinginan koalisi masyarakat sipil untuk mendorong tujuan luhur dan mulia negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa muncul setelah melihat data dan fakta yang terjadi saat ini di Indonesia, sangat jauh panggang dari api dari cita-cita para founding fathers. Beberapa data terkait kondisi pendidikan dan anak/siswa Indonesia yang ditemukan oleh hasil kajian dan studi koalisi masyarakat aksi adalah sebagai berikut:

    1. Sebanyak 41% anak sekolah Indonesia berangkat sekolah dalam keadaan lapar.
    2. Sebanyak 58% anak usia sekolah memiliki pola makan tidak sehat.
      3. Sebanyak 55% anak usia sekolah Indonesia tiak mengerti apa yang dibaca.
      4. Angka prevalensi stunting di Indonesia pada tingkat nasional masih ada di kisaran 21,6% dan gizi buruk di kisaran 3,8%.
      5. Delapan dari setiap seratus penduduk Indonesia terkategori kurang gizi (asupan kalori tidak mencukupi). Sementara itu, sekitar 14 persen balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi akut.
      6. Penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4%. Sementara itu, pada kelompok usia 15-24 tahun, prevalensi anemia sebesar 32%
      7. Tingkat kelaparan di Indonesia masih berada di level 18, tertinggi ketiga di Asia Tenggara setelah Timor Leste dan Laos. Diperkirakan terdapat 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan.
      8. Konsumsi buah dan sayuran orang Indonesia rata-rata di angka 180 gram, jauh di bawah standar WHO 400 gram per hari.
      9. Angka putus sekolah di jenjang SMA mencapai 1,38%. Angka putus sekolah di jenjang SMP sebesar 1,06%. Sementara, angka putus sekolah di jenjang SD.

Data dan fakta tersebut menjadi bukti sahih bahwa dibutuhkan terobosan berupa program dan komitmen implementasi kebijakan bagi pemerintah untuk dapat menyelesaikan masalah pendidikan dan Kesehatan generasi masa depan Indonesia.

Kerugian Konstitusional dan Dampak Negatif

Para Pemohon, yang terdiri dari individu dan lembaga yang memiliki legal standing sebagai Warga Nergara Indonesia, mengalami kerugian konstitusional karena hak untuk menjadi cerdas tidak dijamin oleh negara. Para pemohon memiliki hak untuk tinggal di dalam negara berdaulat yang menjamin makanan bergizi bagi anak-anaknya. Jika hak ini diabaikan, maka dapat menimbulkan kerugian nyata terhadap kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang secara sehat, sesuai dengan konstitusi. Tidak terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan makanan bergizi dapat berdampak serius, terpada gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta risiko terjadinya penyakit, dan potensi stunting pada generasi mendatang.

Para Pemohon memiliki kesadaran untuk menuntut haknya sebagai subjek hukum. Sebagai pemegang hak dan warga negara yang peduli terhadap hak anak-anak dan generasi mendatang, pemohon memiliki kedudukan hukum yang memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas.

Tuntutan yang disampaikan di Mahkamah Konstitusi ini merupakan follow-up dari rentetan kegiatan berserikat, pengumpulan aspirasi, audiensi, dan penyampaian pendapat bersama para pemangku kepentingan yang sebelumnya telah dilakukan oleh para pemohon di Malang, Jawa Timur dan Semarang, Jawa Tengah. Ada pun rincian kegiatan yang dilakukan di kedua provinsi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Malang, Jawa Timur
    Kegiatan dilakukan oleh total 150 orang yang berasal dari Forum Osis Malang (FOM), Youth Development Forum (YDF), Indonesia Food Security Review (IFSR), Himpunan Musyawarah OSIS Jawa Timur (HIMOJT) dan Masyarakat Aliansi Kesejahteraan Siswa-Siswi Indonesia (MAKSI). Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
    a. Focus Group Discussion (Kamis, 1 Februari 2024)
    b. Demonstrasi dan audiensi policy brief bersama DPRD Provinsi Jawa Timur (Jumat, 2 Februari 2024). Para pemohon diterima oleh Anggota Komisi E DPRD Jatim, Bapak Hartoyo
    2. Semarang, Jawa Tengah
    Kegiatan dilakukan oleh total 200 orang yang berasal dari BEM Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA), Indonesia Food Security Review (IFSR), Inklusi Pemuda (IK), dan Forum OSIS Semarang (FOS). Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
    a. Focus Group Discussion (Sabtu, 9 Februari 2024)
    b. Demontrasi dan mimbar bebas pembacaan policy brief di depan DPRD Provinsi Jawa Tengah (Sabtu, 9 Februari 2024).

Harapan untuk Masa Depan Anak-anak Indonesia

Tuntutan dari koalisi masyarakat sipil, IFSR dan MAKSI, dan FOS, ini merupkan bukti komitmen para pemohon untuk menciptakan perubahan positif demi kesejahteraan anak-anak Indonesia. Para pemohon berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan serius tuntutan ini untuk memastikan hak anak-anak Indonesia terjamin sesuai dengan konstitusi. Langkah ini diambil sebagai kontribusi nyata untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik, di mana setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat, menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis dan bertanggung jawab. Harapan tuntutan koalisi masyarakat sipil adalah Mahkamah Konstitusi dapat segera mengesahkan payung hukum berupa peraturan pemerintah untuk menyediakan makan siang gratis bagi seluruh siswa-siswi di Indonesia setiap harinya. Hal ini mengacu kepada benchmark keputusan Mahkamah Konstitusi India di tahun 2002 yang menjadi dasar/ landasan legal formal regulasi Program Makan Gratis bagi siswa-siswi di India.

“Saat ini Program Makan Gratis di India memberikan makan siang gratis dengan menu standar yang bergizi bagi 120 juta anak di India setiap harinya. Dimana dampak dari program tersebut telah nyata memberikan dampak positif terhadap Pendidikan dan ekonomi. Semoga tuntutan para pemohon dapat terwujud, agar tujuan utama negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya menjadi cita-cita tetapi dapat menjadi realita,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain