Ketua Komnas HAM Nur Kholis (kiri), Pendiri dan Ketua Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) Marzuki Darusman (tengah) dan Pendiri FIHRRST H.S. DIllon (kanan) menjadi nara sumber dalam rapat dengar pendapat tentang Efektivitas Pemberlakuan Hukuman Mati di Indonesia di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (26/2). Rapat tersebut berpandangan hukuman mati masih dianggap hukuman yang melanggar HAM, namun demikian pemberlakuan hukuman mati di Indonesia masih diperbolehkan untuk kejahatan yang sangat serius dan dianggap berdampak luas pada kegiatan berbangsa dan bernegara. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/16.

Jakarta, Aktual.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutuk keras tindakan main hakim sendiri, yang marak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam beberapa waktu belakangan.

Ketua Komnas HAM Nur Kholis menegaskan, kebebasan berekspresi merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh negara.

“Komnas HAM mengutuk keras oleh karena melanggar setidaknya hak atas kemerdekaan berpendapat atau pun hak atas kemananan diri serta melanggar prinsip negara hukum,” ujar Nur Cholis, di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (6/6).

Sedangkan tindakan main hakim sendiri, kata dia, sangat bertentangan dengan kebebasan berekspresi atau menuangkan pendapat di kehidupan demokrasi. Tindakan ini sendiri dapat digolongkan sebagai perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar yang bertentangan dengan hukum internasional.

“Dengan alasan identitas kelompok atau kolektivitas tersebut yang dalam hukum internasional disebut sebagai persekusi,” jelasnya.

Kholis pun menyerukan penegak hukum, terutama pihak kepolisian agar sigap dan menindak tegas tindakan persekusi. Menurutnya, tindakan persekusi patut dikenai penegakkan hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Komnas HAM menghargai upaya Polri untuk beberapa kasus yang terjadi serta mendukung Polri lebih sigap terhadap kasus-kasus lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menyebut aksi persekusi sebagai The Ahok Effect muncul sejak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipidanakan dengan pasal penodaan agama, muncul kenaikan drastis pelaporan menggunakan Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Lalu, setelah Ahok divonis bersalah, muncul tindakan persekusi atau pemburuan atas akun-akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial. Safenet mencatat sebanyak 59 orang menjadi korban persekusi.

 

Laporan Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh: