Surabaya, Aktual.com – Konser musik sesuatu yang saat ini didambakan oleh masyarakat. Kerinduan akan berjoget, nyanyi, berteriak hingga histeria menyaksikan, menimpali artis idola atau pujaan merupakan barang langka di tengah pandemik COVID-19.

Histeria sampai menitikan air mata kerap terjadi tatkala sang idola (penyanyi) beratraksi di panggung. “Fans” fanatik begitulah sebutan para penggemar penyanyi, seperti “Sobat Ambyar”-nya Didi Kempot (Alm).

Fanatisme “fans” inilah yang diharapkan oleh para peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 menjadi daya tarik dalam setiap kampanye, dengan harapan mampu merauf suara pemilih.

KPU pun menakomodasi hal tersebut melalui Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2020 pada pasal 63 mengatur kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dalam PKPU tersebut menjelaskan kegiatan lain tidak melanggar itu dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat umum, kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik, kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai, perlombaan.

Lebih lanjut, kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah, peringatan hari ulang tahun partai politik, melalui media sosial.

Tapi itu dalam kondisi normal, sementara saat ini masyarakat dunia tengah menghadapi pandemik COVID-19. Segala sesuatu yang mengundang kerumunan massa dikhawatirkan justru makin menyebarnya virus SARS-CoV-2 yang hingga kini belum ditemukan obat patennya.

Dampak negatif tersebut telah terbukti tatkala massa pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) Pilkada 2020 pada 4 hingga 6 September lalu.Berdasarkan catatan Bawaslu RI hingga Minggu (6/9) sebanyak 243 bakal pasangan calon diduga melanggar aturan protokol kesehatan COVID-19.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mencatat hingga Minggu itu, 315 bapaslon kepala daerah telah mendaftar ke KPUD. Dugaan pelanggaran ini terkait jumlah massa yang datang ke kantor KPUD setempat.

Diketahui, sedikitnya 63 orang bakal calon kepala daerah diketahui positif COVID-19, dan jumlahnya masih terus bertambah. Demikian pula dengan penyelenggara pemilu, dari komisioner KPU dan KPUD, Bawaslu, hingga petugas di tingkat bawah yang terjangkit. Teranyar, Ketua KPU Arief Budiman terpapar COVID-19

Presiden Joko Widodo pun sebelumnya sudah meminta agar para menteri Kabinet Indonesia Maju membuat langkah-langkah untuk mencegah penyebaran COVID-19 di klaster perkantoran, keluarga dan pilkada.

“Hati-hati saya perlu sampaikan yang namanya klaster kantor, klaster keluarga hati-hati, yang terakhir juga klaster pilkada, hati-hati, agar ini selalu diingatkan,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta.

Presiden Jokowi menyampaikan hal itu dalam Sidang Kabinet Paripurna dengan topik “Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021” yang diikuti langsung oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, para Menteri Kabinet Indonesia Maju serta sejumlah pejabat terkait termasuk Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo.

“Karena yang selalu kita kejar-kejar adalah tempat-tempat umum, tempat-tempat publik, tapi kita lupa bahwa sekarang kita harus hati-hati di klaster-klaster yang tadi saya sampaikan,” ungkap Presiden.

Konser virtual

Pilkada 2020 digelar di 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Setidaknya ada 738 pasangan calon yang bakal berlaga memperebutkan posisi kepala daerah pada 9 Desember 2020.

Melihat masifnya penyebaran COVID-19 pada mereka yang sering berkerumun, berbagai kalangan menghendaki konser musik dalam Pilkada 2020 ditiadakan dan bisa diganti konser virtual.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 meminta agar kegiatan pengumpulan massa saat kampanye diganti ke bentuk digital untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2.

“Supaya kegiatan-kegiatan (kampanye) tersebut tidak menimbulkan kerumunan dan penularan bisa dilakukan dengan digital tanpa mengumpulkan massa secara fisik sehingga menimbulkan kerumunan,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual di Kantor Presiden Jakarta.

Satgas sebelumnya menyatakan ada 45 kabupaten dan kota atau 14,56 persen daerah dengan risiko tinggi (zona merah) COVID-19.

“Mengantisipasi kemungkinan adanya konser atau acara yang digelar, yang berpotensi munculkan kerumunan dan penularan mohon agar peserta pilkada menyesuaikan,” ucap Wiku.

Menurut Wiku, kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama di daerah peserta pilkada yang masuk dalam zonasi berisiko tinggi.

“Jawa Timur tingkat kerawanan-nya 7,25 persen dan Jawa Tengah 6,45 persen menjadi wilayah berisiko tinggi untuk peserta pilkada karena memiliki jumlah persentase kematian terbanyak,” ungkap Wiku.

Artinya pengetatan protokol kesehatan wajib dilakukan di semua rangkaian kegiatan pilkada.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta kepada penyelenggara Pemilu untuk meniadakan pelaksanaan konser musik dalam kampanye pada perhelatan Pilkada Serentak 2020 seperti tertuang dalam pasal 63 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2020.

“Hal ini penting kami tekankan supaya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 berjalan dengan baik, substantif dan penuh kehati-hatian dengan mengedepankan kesehatan masyarakat,” kata Dasco.

Pilkada Serentak 2020 di masa pandemik COVID-19 tentu berbeda dengan pilkada-pikada sebelumnya. Karena itu menurut dia penting bagi penyelenggara pemilu mempersiapkan tahapan demi tahapan dalam Pilkada Serentak 2020 dengan penuh kehati-hatian dalam hal penyusunan regulasi teknis maupun implementasi di lapangan.

“Mengingat kurva penyebaran COVID-19 di Indonesia yang angkanya semakin mengkhawatirkan dan belum terlihat tanda-tanda penurunan, maka kami menilai kegiatan konser musik tidak ada urgensinya terhadap pelaksaan Pilkada Serentak 2020,” ujarnya.

Bahkan menurut dia, kegiatan konser musik dalam kampanye Pilkada Serentak 2020 berpotensi melanggar protokol kesehatan dengan adanya kerumunan massa yang dikhawatirkan terjadi penyebaran COVID-19.

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengkaji ulang aturan terkait calon kepala daerah yang akan menggelar konser saat kampanye Pilkada Serentak 2020 karena dikhawatirkan kerumunan warga ketika digelarnya konser akan memicu penularan COVID-19.

“KPU perlu melakukan kajian, pertama, pelaksanaan Pilkada 2020 berbeda dengan sebelumnya, karena Pilkada 2020 ada pandemi COVID-19, ada anjuran jaga jarak, tidak boleh ada kerumunan. Hal yang bersifat kerumunan berpotensi kepada penularan pandemi COVID-19,” ucap Guspardi.

Lonser musik sebenarnya tidak efektif bagi calon kepala daerah untuk membesarkan diri karena Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2020 pada Pasal 63 membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang.

Selain tidak efektif menjaring pemilih, konser biasanya membutuhkan biaya yang besar sehingga disarankan agar pasangan calon kepala daerah, tim pemenangan dan partai politik pengusung mencari model kampanye lain yang lebih inovatif di tengah pandemi.

“Artinya bagi paslon rasanya tidak efektif karena berbiaya tinggi, dalam langkah sosialisasi konser ini untuk yang datang supaya kenali paslon kan gitu. Sebenarnya hanya media untuk melakukan pertemuan,” ujarnya.

Guspardi mendorong KPU, Bawaslu, partai politik dan pasangan calon kepala daerah lebih baik membuat kesepakatan bahwa kesehatan harus diutamakan agar tidak memicu terjadinya penularan COVID-19.

Kementerian Dalam Negeri setuju jika konser musik dan kegiatan kampanye lain yang menimbulkan kerumunan massa ditiadakan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang berlangsung di tengah pandemik COVID-19.

“Yang jelas kita setuju yang berpotensi rawan menjadi sarana penularan, ya tentu kita, ya tidak apa-apa kalau aturan itu kita perbaiki saya pikir,” kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar.

Posisi pemerintah sejak awal menurut Bahtiar sudah jelas tidak setuju dengan segala bentuk kerumunan. Sementara, konser musik adalah suatu kegiatan yang memang sangat spesifik, biasanya konser musik tidak ditentukan jumlah orang yang hadir dan bisa saja menyebabkan kerumunan.

“Jadi segala bentuk konser musik kita tolak, seluruh dunia juga konser musik sedang ditutup kan? Jadi aneh juga kalau kita di Indonesia ini justru masih mengizinkan, itu sikap dari Kementerian dalam negeri. Ya kecuali virtual, virtual selama ini kan praktik-nya udah ada, nah kalau itu nggak ada masalah,” tutur-nya.

Begitu juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo mengingatkan risiko penularan dalam kegiatan Pilkada jika tidak mematuhi protokol kesehatan.

“Karena bagaimanapun juga masalah kesehatan ini masalah prioritas. Oleh karena itu, kegiatan Pilkada itu penting tapi juga diingat bahwa ada risiko yang tentunya kita dapatkan manakala kita tidak patuh,” katanya dalam jumpa pers virtual penanganan COVID-19 di delapan provinsi.

Doni mengharapkan kerja sama dengan semua pihak, baik di pusat dan daerah, agar semua lapisan tetap mengikuti dan menaati ketentuan yang ada, termasuk tidak berkerumun guna menekan potensi penularan Covid-19.

Doni mengakui, meski dalam pantauan pada masa pendaftaran calon kepala daerah awal September lalu ada banyak kerumunan, sejauh ini hal tersebut masih dalam batas pengendalian.

“Sejauh ini masih dalam batas-batas pengendalian walaupun pada tanggal 4 dan 6 (September) kita lihat banyak sekali kerumunan yang dilakukan oleh calon peserta Pilkada namun dengan sejumlah peringatan yang telah diberikan oleh Bapak Menkopolhukam, Mendagri dan sejumlah pejabat lainnya, termasuk mengimbau pimpinan di daerah untuk kerja sama,” katanya.

Lebih lanjut, Doni menuturkan telah mendapatkan laporan terkait sejumlah penyelenggara Pilkada yang positif COVID-19 dan mereka yang memberikan informasi positif tengah melakukan isolasi mandiri karena tanpa gejala.

Sementara itu, Menko Kemaritiman dan Investasi yang merangkap Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tidak ingin ada klaster baru penyebaran COVID-19 dalam kegiatan Pilkada.

“Memang tanggal 23 September ini kan ‘critical time’ karena pengumuman calon pasangan, jadi kita tidak mau itu jadi klaster baru. Nah kita betul-betul melihat apakah nanti kampanye itu hanya di ruangan saja dengan jumlah terbatas dan seterusnya. Saya pikir itu akan segera kita umumkan sebelum tanggal 23,” tukasnya. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin