Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah ke luar negeri Bupati Bengkalis Amril Mukminin, sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2015.

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni Sekretaris Daerah Kota Dumai Provinsi Riau M Nasir (MNS) dan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar (HOS) pada 11 Agustus 2017.

“Dilakukan pelarangan ke luar negeri terhadap saksi Amril Mukminin, Bupati Bengkalis dalam penyidikan dengan tersangka MNS,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (21/9).

Febri mengatakan KPK telah mengirimkan surat pada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tertanggal 13 September 2018 tentang pelarangan ke luar negeri terhadap saksi Amril selama 6 bulan ke depan terhitung 13 September 2018 tersebut.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK tengah menunggu finalisasi perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis tersebut.

“Dalam penyidikan kasus ini, kami masih menunggu finalisasi perhitungan kerugian negara dari BPK. Sejauh ini perhitungan awal indikasi kerugian negara lebih dari Rp100 miliar,” kata Febri di Jakarta Kamis (13/9) lalu.

M Nasir yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bengkalis 2013-2015 dan Hobby Siregar diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Riau Tahun Anggaran 2013-2015.

Keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: