Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo terkait anggaran pengadaan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-e).

KPK pada Jumat (17/5) memeriksa Agus sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari (MN) dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-e.

“Penyidik mendalami keterangan saksi terkait anggaran pengadaan paket penerapan KTP-e ketika saksi menjadi Menteri Keuangan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Sementara itu usai diperiksa, Agus yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu menyampaikan dua hal terkait pemeriksaannya tersebut, yaitu soal anggaran dan “multiyears contract”.

Terkait anggaran, kata dia, bahwa sesuai Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004 itu jelas sekali bahwa wewenang dan tanggung jawab Menteri Keuangan itu sebagai pengelola fiskal atau bendahara umum negara.

“Sedangkan kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri adalah pengguna anggaran. Kalau sebagai pengguna anggaran, menteri adalah harus yang merencanakan melaksanakan dan bertanggung jawab atas anggaran. Jadi tanggung jawab dari pada kementerian teknis adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban,” kata dia.

Pelaksanaan tersebut, lanjut Agus, termasuk saat melakukan penunjukan misalnya kontraktor terpilih.

“Pada saat melakukan pembayaran, mengeluarkan surat perintah membayar itu semua dilakukan kementerian teknis. Di dalam undang-undang jelas secara format, secara formal, secara materil itu tanggung jawab anggaran itu ada d kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri,” kata Agus.

Selanjutnya kedua, Agus menjelaskan tentang “multiyears contract” atau kontrak tahun jamak.

“Ini bukan sesuatu yang salah justru itu diperlukan karena tidak terkait anggaran tetapi terkait dengan program atau “project” yang kalau mau dikerjakan pengerjaannya lebih dari satu tahun. Jadi, kalau ada “project” yang dibiayai APBN yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun tentu kementerian/lembaga itu harus meminta persetujuan untuk “multiyears contract”, ujar Agus.

Adapun, kata dia, yang mempunyai kewenangan menyetujui itu adalah Menteri Keuangan sebagaimana diberikan kewenangan berdasarkan keputusan presiden untuk menyetujui “multiyears contract”.

Saat dikonfirmasi apakah keputusan penganggaran proyek KTP-e tidak ada yang melanggar aturan, Agus enggan memberikan penjelaskan lebih jauh.

“Saya tidak ada komentar itu,” kata dia.

Ia hanya menyinggung soal pengajuan anggaran “multiyears” proyek KTP-e yang pertama kali diajukan oleh Kementerian Dalam Negeri saat itu.

“Kalau “multiyears contract” itu pertama kali Kementerian Dalam Negeri mengajukan anggaran “multiyears” dan itu saya tolak tetapi kemudian mereka mengajukan “multiyears contract” untuk 2011-2012. Setelah dibahas, ditelaah betul itu disetujui, jadi tidak ada yang sebelumnya ditolak oleh Menteri Keuangan,” ungkap dia.

Ia pun menyatakan memang saat itu dirinya yang menolak ketika Menteri Dlaam Negeri mengajukan anggaran “multiyears” proyek KTP-e karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara.

“Saya yang menolak ketika Menteri Dalam Negeri ingin mengajukan anggaran “multiyears” karena tidak sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Kalau seandainya ingin diajukan “multiyears contract”, setelah dilengkapi kami bisa setujui. “Multiyears contract” itu tidak terkait dengan pengadaan anggaran,” ujar Agus.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin