Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi bisa disebut sebagai lembaga yang diskriminatif, lantaran tidak metetapkan Gubenur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai pesakitan.

Pasalnya, KPK kerap mempidanakan pejabat yang membuat kebijakan ilegal yang menguntungkan pihak lain. Sementara Ahok, dengan ‘perjanjian preman’ tidak ditetapkan sebagai tersangka.

“Ada kebijakan yang menguntungkan pihak ketiga. Sehingga kalau itu tidak dilihat sebagai landasan adanya kerugian keuangan negara, betul-betul ini sesuatu yang sangat diskriminatif,” papar pakar hukum tata negara Margarito Kamis, saat dihubungi Aktual.com, Selasa (31/5).

Bukan satu atau dua pejabat yang kebijakannya dianggap menguntungkan orang lain, yang kemudian dipenjarakan oleh KPK. Terlebih, kata dia, pejabat tersebut tidak menerima imbal jasa atas kebijakannya itu.

“Sebab tidak sedikit pejabat yang mengambil kebijakan tapi dipenjarakan. Yang tidak mengambi keunntungan sendiri tapi menguntungkan pihak lain diperjarakan KPK,” ketus dia.

Izin pelaksanaan melakukan reklamasi yang diberikan kepada empat pengembang, dengan syarat membayar tambahan kontribusi diawal, jadi satu kebijakan yang menurut Margarito telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

“Untungnnya mereka memperoleh hak mereklamasi. Bukan soal untung duit riilnya. Sekarang kalau mereka tidak dapat izin dan hak atas wilayah itu, apa mereka bisa mereklamasi? Bukan (izin) itu sesuatu yang memberikan keuntungan?,” tuturnya.

Jangan kemudian, memaknai keuntungan adalah sesuatu yang didapat dari penjualan hasil mereklamasi pantai utara Jakarta. Kebijakan yang dibuat Ahok terkait reklamasi apa, sambung dia, sudah menguntungkan pihak lain.

“Memang orang bikin proyek tidak mengeluarkan uang? Memang semua yang ditetapkan Ahok bukan keuntungan (untuk pengembang reklamasi? Jadi keliru betul kalau dalam reklamasi ini dianggap tidak melawan hukum,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby