Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi kehilangan satu saksi kunci, kasus korupsi dalam pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek dan penetapan bank Century sebagai bank gagal sistemik. Pasalnya, salah satu orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, Siti Chalimah Fadjrijah meninggal dunia, pada Selasa (16/6).

Pelaksana tugas pimpinan KPK Johan Budi SP mengatakan, dengan meninggalnya Fadjrijah membuat pihaknya tidak bisa menindaklanjuti keterlibatannya dalam kasus bank Century.

“Iya, tentu dugaan keterlibatan yang bersangkutan dalam kasus Century tidak diteruskan. Kami turut berduka cita. Benar bu Fadjrijah saksi kunci dalam pengembangan kasus Century,” ujar Johan saat dikonfirmasi, Rabu (17/6).

Namun demikian, ketika ditanya apakah hal tersebut membuat pengembangan kasus bank Century terhambat, Johan enggan mengakuinya. Dia mengatakan, terhambat atau tidak perkara tersebut bisa dipastikan setelah mempelajari putusan terpidana Budi Mulya.

“Kami akan pelajari putusan Mahkamah Agung terhadap pak Budi Mulya, sejauh mana kasus Century bisa dikembangkan. Jadi dipelajari dulu, baru bisa disimpulkan terhambat atau tidak,” kata dia.

Sebelumnya, Fadjrijah disebut sebagai pihak yang patut diminta pertanggungjawaban hukum dalam kasus bank Century. Dia dan Budi Mulya diduga menjadi pihak yang merekayasa perubahan persyaratan CAR di Bank Indonesia. Disinyalir perubahan itu agar bank Century memperoleh FPJP dari BI.

Atas peran keduanya, bank Century kemudian mendapatkan kucuran FPJP senilai Rp 502,07 miliar setelah perubahan PBI. Bank Century belakangan kembali mendapatkan pinjaman Rp 187,32 miliar. Total FPJP yang dikeluarkan BI untuk bank Century mencapai Rp 689 miliar.

Kendati demikian, seiring berjalannya waktu diputuskan bahwa FPJP dirasa tak membantu bank Century dari kebangkrutan. Hal itu diputuskan dalam rapat KSSK yang menentukan nasib bank Century dan mengantisipasi terjadinya dampak sistemik dari kegagalan bank Century.

Dan dana talangan untuk bank Century saat itu diketahui hanya dibutuhkan senilai sekitar Rp 600 miliar. Akan tetapi, terjadi pembengkakan dana hingga Rp 6,7 triliun setelah diaudit ulang.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu