Ahok menjadi saksi dalam sidang tersebut terkait kasus korupsi proyek pengadaan 25 UPS untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Sudin Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD Perubahan Tahun 2014.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut cara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meraup sumbangan dana kampanye, telah menyalahi aturan Komisi Pemilihan Umum.

Wakil Ketua KPK Laode Syarif menjelaskan, modus Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 silam, yang salah aturan itu jadi suatu bahan studi untuk memantau penyelenggaraan Pilkada 2017 dan 2018 mendatang.

“Itu salah satu modus operandi yang ditemukan oleh studi KPK. Dan itu salah,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (22/3).

Sebelumnya, Gubernur DKI itu memang secara gamblang menerima sumbangan dana kampanye dari petinggi PT ABC Grup Hamid Djojonegoro. Total sumbangannya pun cukup besar yakni Rp 4,5 miliar.

Karena ada batasan nominal sesuai peraturan KPU, maka Hamid memecah sumbangan tersebut dengan menggunakan sembilan perusahaan yang masing-masing berjumlah Rp 500 juta.

Dalam aturannya, KPU menetapkan batasan orang perorang atau badan hukum maupun perusahaan untuk memberikan sumbangan dana kampanye. Untuk perorangan, mereka bisa menyumbang maksimal Rp 50 juta, sedangkan untuk korporasi sebanyak Rp 500 juta.

Hal itu pun membuat KPK memberikan rekomendasinya kepada KPU. Pihak Laode menyarankan agar lembaga pimpinan Husni Kamil Manik dengan merujuk modus yang dipakai Ahok.

“Kami minta KPU untuk mencermatinya dengan seksama agar tidak terjadi lagi.”

Kendati demikian, Syarief mengaku pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyikapi hal tersebut. “Itu ranah nya KPU untuk lebih teliti ke depan.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu