Ketua KPK terpilih, Setyo Budiyanto. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan praktik korupsi di balik ekspor bijih nikel Indonesia ke China, meskipun pemerintah telah resmi melarang ekspor komoditas tersebut sejak awal 2020. Penyelidikan dilakukan bersamaan dengan kajian KPK atas tata kelola industri pertambangan nikel nasional yang dinilai masih rawan penyimpangan.

Pelarangan ekspor bijih nikel ditetapkan sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi sumber daya alam (SDA) di dalam negeri. Namun, temuan Satgas Wilayah Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK pada 2023 justru menunjukkan bahwa sekitar 5,3 juta ton bijih nikel Indonesia masih tercatat diekspor ke China selama 2020 hingga 2023.

Temuan tersebut bersumber dari data resmi Bea Cukai China yang tersedia di situs General Administration of Customs of the People’s Republic of China (GACC). Fakta itu memunculkan dugaan adanya pelanggaran serius terhadap kebijakan nasional dan potensi praktik korupsi dalam tata kelola ekspor nikel.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengonfirmasi bahwa lembaganya telah memulai proses penyelidikan atas dugaan ekspor ilegal tersebut. Namun, ia meminta waktu untuk memastikan perkembangan penanganan kasus tersebut di internal Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.

“Jadi gini, saya pastikan kembali, saya minta waktu, saya cek lagi, apalagi indikasinya kan sudah ada penyelidikan ya,” ujar Setyo kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).

Setyo mengakui bahwa dirinya bersama empat pimpinan KPK lainnya belum mendapat pembaruan laporan terkait kasus ini, terlebih karena ia baru menjabat pimpinan sejak akhir 2024. Ia menegaskan bahwa suatu perkara baru akan diumumkan secara resmi ke publik ketika sudah masuk ke tahap penyidikan dan telah ditetapkan tersangka.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan rekomendasi kebijakan menyusul temuan ekspor nikel ilegal tersebut. Rekomendasi itu ditujukan kepada Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu).

Namun hingga akhir 2023, ketiga rekomendasi tersebut belum disampaikan secara formal karena masih menunggu tindak lanjut dari Kedeputian Penindakan.

“Ada proses lanjutan [di Kedeputian Penindakan] dan sedang ditindaklanjuti,” kata Pahala kepada Bisnis Indonesia pada November 2023 lalu.

Di luar isu ekspor ilegal, praktik pertambangan nikel juga kembali menuai perhatian publik setelah munculnya polemik tambang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Diketahui, lima perusahaan penambang nikel beroperasi di wilayah yang telah ditetapkan sebagai Global Geopark oleh UNESCO karena keanekaragaman hayatinya.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham. Dari kelimanya, hanya PT Gag Nikel, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh BUMN PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), yang izinnya tidak dicabut.

Pemerintah memutuskan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan lainnya. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa langkah tersebut diambil sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh atas potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

“Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” kata Prasetyo dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

Prasetyo menegaskan bahwa pemerintah akan terus memperketat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat, yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano