Jakarta, aktual.com – Sementara ini, Firli Bahuri mengalami penonaktifan dari posisinya sebagai Ketua KPK, dan pemberian fasilitas pengawalan untuknya juga dicabut.

“Ya, ini kan sudah dijelaskan, termasuk ini tadi kan bantuan keamanan dan bantuan hukum,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (29/11).

Firli Bahuri mengalami penonaktifan sementara dari posisi Ketua KPK melalui surat keputusan presiden (keppres) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (24/11). Keputusan ini diambil setelah Firli ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu (23/11).

Berbagai wewenang dan fasilitas yang sebelumnya diterima oleh Firli selama menjabat sebagai Ketua KPK langsung dihentikan. Saat mengunjungi Gedung KPK, Firli akan diperlakukan sebagai tamu. Selain itu, kepemimpinan KPK juga telah sepakat untuk tidak memberikan bantuan hukum kepada Firli.

“Dari hasil pembahasan, pimpinan KPK sepakat untuk tidak memberikan bantuan hukum terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang sedang berproses di Polda Metro Jaya,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (28/11).

Pimpinan KPK menyatakan bahwa kasus yang menimpa Firli dianggap tidak konsisten dengan prinsip-prinsip anti-korupsi yang dianut oleh lembaga tersebut.

“Rapat pimpinan membahasnya dan berkesimpulan bahwa dugaan tindak pidana yang sedang berproses di Polda Metro Jaya tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah dimaksud sehingga KPK tidak memberikan bantuan hukum,” ujar Ali.

Sebelumnya, baik KPK maupun Firli menerima dukungan pengamanan dari Puspom TNI. Setelah Firli diberhentikan dari KPK, bagaimana pengawalan tersebut diproses?

Menurut pernyataan Kapuspen TNI, Laksma Julius Widjojono, sesuai dengan Pasal 7 (2) b. 5 Undang-Undang TNI, Puspom TNI hanya bertanggung jawab untuk mengamankan KPK sebagai sebuah lembaga, bukan secara personal terhadap Firli Bahuri. Hal ini juga telah diatur dalam nota kesepahaman antara TNI dan KPK.

“Surat pengamanan yang dimaksud sesuai Undang-undang adalah pengamanan objek vital, bukan personel. Saya tidak pernah menyebutkan pengamanan terhadap Firli, tidak pernah, terhadap Ketua KPK tidak pernah,” kata Julius saat dihubungi.

“Saya tegaskan ulang bahwa sesuai undang-undang, suratnya adalah surat pengamanan terhadap objek vital. Merujuk pada undang-undang tersebut, maka yang dimaksud objek nasional adalah kantor KPK, jadi bukan personalnya yang diamankan,” sambungnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain